Rabu, 04 Maret 2015
Gangguan Depersonalisasi
Gangguan Depersonalisasi
Adalah perasaan ketidaknyataan atau keterpisahan dari self atau dari tubuhnya sendiri. Depersonalisasi (depersonalization) mencakup kehilangan atau perubahan temporer dalam perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri. Dalam suatu tahap depersonalisasi, orang merasa terpisah dari dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Penderita mungkin merasa seperti sedang bermimpi atau bertingkah laku seperti robot. Derealisasi adalah kehilangan perasaan realitas terhadap lingkungan sekitar, dialami dalam bentuk perubahan yang aneh pada lingkungan atau pada periode waktu. Derealisasi (derealization) adalah suatu perasaan tidak riil mengenai dunia luar yang mencakup perubahan yang aneh dalam persepsi mengenai lingkungan sekitar, atau dalam perasaan mengenai jangka waktu juga dapat muncul. Gangguan depersonalisasi adalah suatu gangguan yang ditandai oleh episode yang persisten atau berulang dari depersonalisasi. Ciri-ciri diagnostik dari gangguan depersonalisasi, yaitu :
Pengalaman yang berulang atau persisten dari depersonalisasi, yang ditandai oleh perasaan terpisah dari proses mental atau tubuh seseorang, seakan-akan seseorang menjadi pengamat luar dari dirinya sendiri. Pengalaman ini dapat memiliki karakteristik seperti mimpi.
Individu tersebut mampu mempertahankan pengujian realitas, contohnya, membedakan kenyataan dari ketidaknyataan saat keadaan depersonalisasi.
Pengalaman depersonalisasi menyebabkan distress atau hendaya pribadi yang signifikan pada satu atau lebih area fungsi yang penting, seperti fungsi sosial atau pekerjaan individu.
Pengalaman depersonalisasi tidak dapat dimasukkan ke dalam gangguan lain atau tidak merupakan efek langsung dari obat-obatan, alkanol, atau kondisi medis tertentu.
II. Sudut Pandang Teoritis
Pandangan psikodinamis. Amnesia disosiatif dapat menjadi suatu fungsi adaptif dengan cara memutus atau mendisosiasi alam sadar seseorang dari kesadaran akan pengalaman traumatis atau sumber-sumber lain dari nyeri maupun konflik psikologis. Bagi teoretikus psikodinamis, gangguan disosiatif melibatkan penggunaan represi secara besar-besaran, yang menghasilkan terpisahnya impuls yang tidak dapat diterima dan ingatan yang menyakitkan dari kesadaran seseorang. Dalam amnesia dan fugue disosiatif, ego melindungi dirinya sendiri dari kebanjiran kecemasan dengan mengeluarkan ingatan-ingatan yang mengganggu atau dengan mendisosiasi impuls menakutkan yang bersifat seksual dan agresif. Pada kepribadian ganda, orang mungkin mengekspresikan impuls-impuls yang tidak dapat diterima ini melalui pengembangan kepribadian pengganti. Pada depersonalisasi, orang berada di luar dirinya sendiri, aman dengan cara menjauh dari pertarungan emosional di dalam dirinya.
Pandangan Kognitif dan Belajar. Teoretikus belajar dan kognitif memandang disosiasi sebagai suatu respon yang dipelajari yang meliputi proses tidak berpikir tentang tindakan atau pikiran yang mengganggu dalam rangka menghindari rasa bersalah dan rasa malu yang ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman tersebut. Spanos percaya bahwa gangguan identitas disosiatif merupakan suatu bentuk permainan peran yang dikuasai melalui observasi, yang melibatkan proses pembelajaran dan reinforcement.
Eklektisitas Perspektif. Meskipun memiliki konseptualisasi yang berbeda akan fenomena disosiatif, para psikolog menyadari bahwa penyiksaan di masa kecil sering memegang peranan penting. Pandangan yang paling banyak dianut dari gangguan identitas disosiatif adalah bahwa gangguan tersebut mewakili sebuah cara untuk mengatasi (coping) dan selamat dari penyiksaan masa kecil yang berat dan berulang, yang pada umumnya dimulai sebelum usia 5 tahun. Anak yang mengalami penyiksaan berat dapat memiliki kepribadian alter sebagai pertahanan psikologis menghadapi penyiksaan yang tak tertahankan. Pembentukan kepribadian alter ini memberi jalan bagi anak-anak seperti itu untuk secara psikologis menyelamatkan diri atau menjauhkan diri dari penderitaan mereka.
III. Penanganan Terhadap Gangguan Disosiatif
Pada kasus-kasus seperti amnesia, fugue dan depersonalisasi, klinisi biasanya berfokus pada penanganan kecemasan atau depresinya. Untuk gangguan identitas disosiatif, penelitian secara khusus berfokus pada usaha mengintegrasikan keperibadian alter menjadi sebuah struktur kepribadian yang kohesif. Psikoanalisis berusaha membantu orang yang menderita gangguan identitas disosiatif untuk mengungkapkan dan belajar mengatasi trauma-trauma masa kecil. Mereka sering merekomendasikan membangun kontak langsung dengan kepribadian-kepribadian alter.
IV. FACTITIOUS DISORDER (GANGGUAN BUATAN)
Dalam gangguan ini, penderita dengan sengaja membuat gejala medis dan mental, serta memalsukan sejarah dan gejalanya dengan tujuan mendapatkan peranan orang sakit. Perilaku memiliki kualitas kompulsif, menimbulkan gejala dengan disengaja (volunter), dan memiliki tujuan walaupun penderita tidak dapat mengontrolnya. Gangguan ini sering ditemukan pda pria. Menurut psikodinamika faktor penyebabnya sangat sulit ditemukan karena penderita sulit untuk dilibatkan dalam proses psikoterapi eksploratif. Hal ini disebabkan penderita beranggapan bahwa gejala yang ada secara fisik, sehingga pendekatan yang berorientasi psikologis akan diabaikan. Penderita mendapatkan penyiksaan dan penelantaran pada masa anak yang menyebabkan seringnya perawatan RS selama perkembangan awal. Perawat, dokter menjadi figur pengganti orangtua yang menolak. Mekanisme pertahanan diri yang terjadi adalah represi, identifikasi dengan agresor, regresi, dan simbolisasi. Kriteria Diagnostik Gangguan Buatan yaitu :
a) Gajala dimunculkan secara sengaja atau dibuat-buat tanda, atau gejala fisik, atau psikologis.
b) Motivasi perilaku untuk mendapatkan peranan sakit (sickrole).
c) Tidak mendapatkan keuntungan eksternal untuk perilaku (tujuan ekonomi, menghindari tanggung jawab atau memperbaiki kesejahteraan fisik seperti pada pura-pura.
Tanda dan gejala psikologis yang menonjol jika simtom psikologis menguasai gambaran klinis. Tanda dan gejala fisik yang menonjol jika simtom fisik menguasai gambaran klinis. Kombinasi tanda dan gejala psikologis dan fisik jika keduanya ditemukan tetapi tidak ada yang menguasai gambaran klinis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar