PRINSIP-PRINSIP PSIKODIAGNOSTIK
A. PENGERTIAN PSIKODIAGNOSTIK
Psikodiagnostik dalam arti sempit mempunyai pengertian sebagai metode yang digunakan untuk menetapkan
kelainan-kelainan psikis dengan tujuan untuk dapat memberikan pertolongan atau
pengobatan dengan lebih tepat. Sementara itu dalam arti luas pengertian
Psikodiagnostik dibagi dalam dua aspek, yaitu aspek praktis dan teoritis. Psikodiagnostik dalam aspek praktis
adalah metode untuk membuat diagnosis psikologis dengan tujuan untuk dapat
memperlakukan subyek dengan lebih tepat. Psikodiagnostik
dalam aspek teoritis adalah studi ilmiah tentang berbagai metode untuk
membuat diagnosis psikologis dengan tujuan agar dapat memperlakukan subyek dengan
lebih tepat. Psikodiagnostik digunakan agar permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan kejiwaan yang dialami oleh manusia dapat ditangani dan
dipahami secara lebih baik.
Pada dasarnya Psikodiagnostik merupakan salah satu bentuk pemeriksaan
psikologis yang dilakukan dengan teknik-teknik dan alat ukur tertentu yang
telah distandardisir guna menemukan sifat-sifat yang melandasi perilaku atau
kepribadian tertentu, sehingga mampu menjelaskan dinamikanya. Pemeriksaan
psikologis itu sendiri mempunyai tujuan untuk mengungkap aspek-aspek psikologis
tertentu dari individu yang hendak diperiksa yang dilakukan untuk maksud dan
tujuan tertentu juga. Setiap pemeriksaan psikologis dibatasi sesuai dengan
maksud dan tujuan yang ingin dicapai saja. Beberapa kegunaan yang dapat dicapai
dengan dilakukan nya pemeriksaan psikologis: 1. memperoleh informasi mengenai
individu dalam aspek perkembangannya dari segi intelektual,kepribadian, sosial
maupun emosional sehingga dapat memahami kebutuhan perkembangan individu secara
optimal. 2. mengetahui kelemahan maupun keunggulan individu agar kehidupannya
dapat dimaksimalkan. 3. pemahaman terhadap individu merupakan sarana informasi
bagi keluarga agar memperlakuak individu secara tepat. 4. untuk penjurusan
pendidikan dan penempatan pekerjaan secara tepat. 5. untuk bimbingan konseling bila
individu mempunyai masalah. 6. sebagai bahan untuk proses terapi bila
dibutuhkan.
Dalam banyak kasus, pemeriksaan psikologis sangat dibutuhkan sebagai
salah satu alat bantu utnuk menggambarkan tentang keadaan psikologis individu.
Pemeriksaan psikologis dapat digunakan untuk:1. seleksi. 2. promosi. 3.
mengidentifikasikan kemampuan/ketidak mampuan belajar khusu. 4. pengukuran ciri
kepribadian. 5. nilai hidup. 6. penentuan bakat dan minat. 7. pengukuran
perilaku. 8. pertimbangan klinis.
B. PRINSIP PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS
Prinsip yang harus dipegang dalam pemeriksaan psikologis adalah
memberikan perlakuannyang sama pada semua individu yang hendak diperiksa.
Perlakuan yang sama dalam hal: 1. interaksi yang sma antara psikolog dan
individu yang hendak diperiksa. 2. penyampaian administrasi tes. 3. penyedian
lingkungan pemeriksaan. Perlakuan yang sama dimaksudkan agar skor dan hasil
pemeriksaan yang diperoleh individu yang berbeda nantinya dapat dibandingkan.
Perlakuan yang seragam hanya merupakan aplikasi khusus dari pengendalian
kondisi dalam semua observasi ilmiah. Keseragaman prosedur pemeriksaan
psikologis harus dimulai dengan memapankan sikap individu yang hendak
diperiksa, terutama yang berkaitan dengan rapport,
ego involvement dan motivasi.
Rapport adalah interaksi yang
saling dapat menerima, tanpa prasangka dan tekanan antara pemeriksa/pengetes
dan individu yang hendah diperiksa. Rapport sangat penting, karena pengaruhnya
sangat besar pada hasil pemeriksaan. Paengetes harus memberikan kesan bahwa
dirinya ramah, dapat dipercaya dan bersikap membantu, agar dapat menimbulkan
rapport.
Ego involvement merupakan
situasi yang melibatkan kepentingan individu yang hendak di tes. Sebelum
pengetesan dilakukan, ego involvement perlu dibangkitkan terlebih dahulu untuk
mendapatkan kerjasama yang baik dengan individu yang hendak di tes. Tujuannya
agar individu merasa berkepentingan untuk mengerjakan tes seperti yang
diharapkan.
Motivasi yang berkaitan dengan
pemeriksaan/pengetesan ini adalah dorongan yang sebaik-baiknya pada individu
yang hendak diperiksa.Pada aspek pengukuran kognitif motivasi diarahkan agar
individu mengerjakan usaha secara maksimal. Hal ini disebabkan karena
pengukuran aspek kognitif memang didasarkan pada “the highest level of
perfomance”. Sementara itu pada pengukuran aspek non kognitif seperti
inventori, motivasi diarahkan agar individu mau menjawab inventori sesuai
dengan keadaan dirinya. Pengetes harus memberi kesan bahwa pada inventori ini
tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban dianggap benar selama jawaban
tersebut sesuai dengan keadaan dirinya.
C. FAKING DAN CARA MENGATASINYA
Faking atau pengelabuhan
jawaban biasanya terjadi saat individu mengerjakan inventori. Faking good yaitu memberikan impresi
yang lebih baik atau dapat dikatakan membaik-baikkan dirinya. Tidak
menggambarkan keadaan individu yang sebenarnya. Tujuannya adalah agar hasilnya
baik dan dapat diterima disuatu perusahaan (misalnya).Ada juga yang disebut
dengan Faking Bad yaitu sengaja
memberikan impresi yang lebih buruk.Tujuannya agar tidak diikut sertakan dalam
milisi.
Berbagai eksperimen menunjukkan
bahwa faking pada suatu inventori, baik faking good maupun faking bad memang
dapat dilakukan. Dengan kata lain
impresi yang diinginkan memang dapat diciptakan dengan sengaja. Terdapat suatu
eksperimen yang menggunakan dua kelompok subyek yang sebanding.Kelompok pertama
diintruksikan/diarahkan untuk sedemikian rupa hingga seolah-olah mereka adalah
orang yang bahagia tidak bermasalah dan pandai menyesuikan diri. Sebaliknya
kelompok dua diintruksikan/diarahkan untuk memberi jawaban seolah-olah dirinya
adalah orang yang bermasalah. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa skor kedua
kelompok berbeda secara signifikan.
Bentuk
faking good yang lain selain memberikan impresi yang lebih baik ialah kecenderungan
untuk mengikuti norma masyarakat atau social desirability yaitu memberikan jawaban
yang dirasa benar, bukan jawaban
yang paling sesuai dengan dirinya. Item-item yang banyak bermuatan social
desirability biasanya masalha-masalah filsafat negara, adat setempat, agama dan
sejenisnya.
Banyak
cara yang dapat digunakan untuk mengatasi faking. Salah satu cara pengetesan
yang penting dan bersifat umum ialah menganjurkan pada mereka yang mengerjakan
inventori agar menjawab secepat yang dapat dilakukan, walaupun pada inventori
tidak ada batasan waktu. Semakin lama individu merenung suatu item inventori,
maka jawaban yang diberikan akan makin tidak murni kecocokannya dengan perilaku
yang sesungguhnya. Cara lain untuk mengatasi faking adalah dengan mengelabuhi
tujuan suatu tes. Misalnya, tes untuk mengungkap ketaatan beribadah dinyatakan
dengan tes kejujuran.
II. METODE PENGUMPULAN DATA
Penentuan metode pengumpulan data
dalam proses diagnostik harus mempertimbangkan banyak segi, misalnya berkaitan
dengan kemampuan bahasa,pendidikan, gangguan yang dialami, kesedihan. Hal ini
disebabkan karena keberhasilan
penggalian data tidak hanya tergantung dari keahlian dari pengetes (Tester)
saja, gtetapi juga mempertimbngkan situasi dan kondisi yang dialami oleh subjek
sasaran yang membutuhkan bantuan. Adapun jenis-jenis metode pengumpulan data
adalah sebagai berikut:
A. OBSERVASI
Istilah OBSERVASI berasal dari
bahasa Latin yang berarti melihat dan memperhatikan. Istilah
observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena
tersebut.
OBSERVASI dalam
arti sempit adalah metode ilmiah yang berupa pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik fenomena-fenomena yang ingin diselidiki. OBSERVASI dalam arti luas
dapat pula terjadi pada pengamatan yang dilakukan tidak langsung atau lewat
angket ataupun tes.
Tujuan Observasi
Pada dasarnya observasi bertujuan untuk
mendeskripsikan setting yang dipelajari,aktivitas-aktivitas yang berlangsung,
orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna kejadian dilihat dari
perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut (Rahayu
& Ardini 2004). Selain itu tujuan
lain dari observasi adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang
kehidupan sosial yang sulit diperoleh dengan metode lain.
Terdapat beberapa hal yang perlu
diingat sebelum melakukan observasi. Observer terlebih dahulu harus memperoleh
pengetahuan tentang hal yang akan diobservasi dan jenis fenomena yang akan
dicatat. Setelah itu tentukan variabel-variabel yang ingin diselidiki secara
eksplisit, demikian juga konsep yang ingin diselidiki harus dirumuskan secara
tajam.
Pendekatan Sistematik Observasi Dapat Dikelompokkan Berdasar
1. Letak Observasi Dilakukan
a.
Feld Setting atau
natural setting adalah situasi alamiah di lapangan. Misalnya: observasi anak di rumah, di sekolah
b. Simulated setting
adalah situasi observasi dimana individu mendapatkan suatu stimulus untuk
menghasilkan tingkah laku tertentu. Misalnya situasi kerja (namun tidak
sepenuhnya dikendalikan)
c. Laboratory setting adalah situasi observasi di laboratorium
(sepenuhnya dikendalikan oleh observer)
2. Apa yang diobservasi
a. Event sampling, hanya mengamati beberapa aspek tingkah laku pada
suatu saat tertentu. Misalnya: mencatat tingkah laku agresif anak saat bermain
bersama temannya.
b. Time sampling, mengamati dan mencatat apa saja yang dilakukan
dalam waktu tertentu
3. Klasifikasi Observasi
a. Observasi partisipan-Non
Partisipan
Umumnya digunakan untuk
penelitian yang besifat eksploratif. Observasi partisipan, observer berperan
ganda yaitu sebagai pengamat sekasligus menjadi bagian dari yang diamati.
Observasi nonpartisipan, observer hanya memerankan diri sebagai pengamat.
b.
Observasi Sistematik
Observasi ini juga bisa
disebut dengan observasi berkerangka. Cirinya
adalah terdapat kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah diatur
kategorisasinya terlebih dahulu dan ciri-ciri kusus dari tiap-tiap faktor dalam
kategori.
c. Observasi Eksperimental
Observasi ini dapat dilakukan dalam lingkup alamiah atau
natural ataupun lingkup eksperimental.
4. Bagaimana Pencatatannya
a.
Pencatatan langsung/ immediate recording, dilakukan segera setelah pengamatan dilakukan atau
ketika pengamatan sedang berlangsung
b.
Pencatatan retrospektif/retrospektif recording, dilakukan setelah observasi selesai dilakukan
Teknik Pengambilan Data Observasi
1.
Studi kasus
a.
Adalah
proses melakukan pengamatan terhadap 1 objek/1 kelompok/1 institusi/1 instansi
secara mendalam.
b.
Berisi
mengenai karakteristik atau latar belakang objek observasi
c. Subjeknya
terbatas, hanya satu. Misal : anak-anak (deliquen)
d. Kelebihan
: data yang diperoleh banyak dan mendalam
e.
Kelemahan
: Waktu yang digunakan lama
Tingginya unsur subjektivitas
Generalisasi lemah (kurang bisa diterapkan pada kelompok lain
yang lebih besar)
2.
Teknik simulasi
a.
Memberi tugas yang harus
diselesaikan kepada subjek penelitian
b.
Cara penyelesaian subjek
merupakan hal atau objek yang akan kita amati
Misal :
-
Melihat perilaku stress
mahasiswa. Bila perilaku tersebut tidak nampak saat kita mengamatnya maka kita
dapat memunculkan “perilaku stress” tersebut dengan memberikan suatu tugas.
-
Untuk recruitmen pegawai, kita
memilih siapa yang terbaik dengan memberi tugas dengan waktu yang terbatas.
c. Kelemahan
: perilaku yang dimunculkan bukan perilaku yang sebenarnya.
3.
Analisis isi (Content
Analysis)
a. Pengamat
melakukan pengkategorian atau penilaian terhadap deskripsi, berdasarkan konsep
tertentu
b. Data
bersifat deskripsi/uraian/gambaran/sekelompok kata yang berusaha dikategorikan
(diperoleh baerdasarkan data kualitatif)
Misal :
-
Penelitian
musik ® kecenderungan syair
lagu yang disenangi
-
Meneliti
frekuensi pembunuhan ® dengan membaca koran 3 bulan sebelum dan sesudah
penelitian
-
Content analysis terhadap pemberitaan
media massa
tentang terorisme, Aceh, etnis
4.
Perekaman
5.
Sampling waktu
Dengan menggunakan contoh-contoh waktu
Misal :
Meneliti perilaku
mahasiswa peserta kuliah. Kalau mempunyai kecenderungan yang sama,
maka kita Cuma mengambil sampling waktu, seperti : 10 menit pertama, 10 menit
pertengahan, dan 10 menit terakhir saja. Tapi
kalau karakteristiknya berbeda maka kita tidak dapat mengambil sampling waktu.
Apabila kita ingin memakai sampling waktu, maka kita harus mencatat waktu yang
menunjukkan homogenitas
6.
Sosiometri
a. Cara
mengukur sosiometri dengan pilihan akan suatu gejala :
-
Yang berkaitan dengan interaksi
-
Yang berkaitan dengan
komunikasi
b.
Sosiometri
mengukur hal yang nampak
c.
Cara mengukurnya ada dua yaitu :
-
Ingatan,
individu memiliki alternatif gejala berdasarkan memori yang ia miliki
-
Pengamatan, individu diminta
memilih alternatif gejala berdasarkan objek yang sedang ia amati.
d. Umumnya
lebih banyak pilihan tentang orang, seperti :
Kita diminta memilih
salah satu teman yang memiliki kestabilan emosi yang baik.
Cara mengetahuinya
antara lain :
-
Memberi stimulasi yang dapat
memancing emosi
-
Menggunakan sosiometri, yaitu :
subjek penelitian diminta untuk menyebutkan pendapatnya tentang siapa yang
dianggap mempunyai kestabilan emosi.
Analisis sosiometri dibagi
2
:
a.
Matriks sosiometri
Yaitu dengan
mengelompokkan jawaban ke dalam tabel-tabel
Misal : siapa yang paling kamu kenal ?
b.
Sosiogram
Adalah gambaran menegenai arah panah pilihan
Ada 3
bentuk :
-
Satu arah :
terjadi bila individu memilih seseorang tapi orang itu tidak memilih orang
tersebut
-
Dua arah/interaktif :
menunjukkan intimasi
-
Klik : bila
sekelompok orang saling memilih satu sama lain
Validitas dan Reliabilitas dalam Observasi
Menurut hadi (1990) untuk mengatasi kesesatan dalam
observasi maka perlu ada langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Menyediakan
waktu lebih banyak agar dapat melihat objek dari beberapa segi dan
berulang-ulang
2.
Menggunakan
banyak observer untuk melihat objek dari berbagai segi amatan dan
mengintegrasikan hasil penyelidikan dari mereka itu untuk mendapatkan gambaran
tentang keseluruhan yang utuh dari objek itu.
3.
Mengambil
lebih banyak objek yang sejenis agar dalam waktu terbatas objek itu dapat
disorot dari segi-segi yang berbeda
4.
Selain
itu, tuntutan reliabilitas sulit diatasi karena :
-
Persepsi
dan penilaian selektif yang dilakukan observer tentang sesuatu yang diamati
-
Kehadiran
peneliti akan menimbulkan dampak terhadap perilaku dalam setiap kegiatan
sosial, apalagi bila peneliti turut mengarahkan kegiatan tertentu
-
Adanya
keterbatasankemampuan pengamatan sehingga tidak mungkin seluruh aktifitas
sasiao; daapat termonitor dan terekam
Hal yang Di Observasi
Banyak hal, peristiwa, masalah dan gejala-gejala yang
dapat diobservasi. Dalam melakukan observasi ada beberapa point yang biasanya
perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :
1.
Penampilan fisik, yang meliputi
kndisi fisik observee.
Misalnya
: tinggi badan, berat badan, warna kulit, dan lain-lain.
2.
Gerakan tubuh/penggunaan
anggota tubuh
Misalnya : bagaimana postur tubuh observee,
bagian tubuh mana yang sering digunakan dan bagian mana yang kurang banyak
digerakkan (misalnya observee selalu menggerakkan tangan ketika bicara)
3.
Ekspresi wajah, yaitu bagaimana
ekspresi wajah observee ketika sedang berbicara
4.
Pembicaraan, yaitu isi
pembicaraan yang dilakukan
5.
Reaksi emosi, yaitu bagaimana
reaksi emosi observer. Dalam penelitian seorang observer perlu memperhatikan
bagaimana reaksi emosi ebservee terhadap suatu masalah yang ingin diteliti
6. Aktifitas
yang dilakukan, misalnya jenisnya, lamanya, dengan siapa di mana dan sebagainya
7.
Dan
beberapa hal yang perlu diobservasi.
Hal ini sesuai
dengan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan.
B. WAWANCARA
Wawancara merupakan
proses komunikasi yang bersifat interaksional antara dua orang atau lebih untuk
mencapai tujuan tertentu. Wawancara atau interview berasal dari kata entrevue
yang berarti pertemuan sesuai dengan perjanjian sebelumnya; serta kata entre
= inter & voir = videre = melihat, yang berarti tanya jawab
lisan dengan maksud untuk dipublikasikan (Kartono,1996). Menurut Chaplin (1989)
interview adalah percakapan dengan bertatap muka yang bertujuan memperoleh
informasi faktual untuk menaksir dan menilai kepribadian individu atau untuk
tujuan-tujuan konseling maupun terapiutis.
Metode
wawancara merupakan suplemen dari metode observasi. Melalui wawancara
diharapkan ada pengungkapan lebih jauh tentang suatu gejala yang terjadi pada
seseorang. Pewawancara harus melihat responden sebagaimana adanya bukan sebagai
klien. Hal inilah yang membedakan anatara wawancara studi kasus dengan
wawancara konseling.
Tujuan Wawancara
1.
Menggali informasi tentang latar
belakang ,sikap, keinginan dan interpretasi tentang situasi sosial.
2.
Memberikan gambaran yang detail tentang
kepribadian seseorang
3.
Verifikasi data yang diperoleh dari
sumber informasi sekunder.
Sikap Pewawancara agar Mendapat Informasi yang Baik
1. Bersikap netral. Pewawancara hanya bertugas sebagai perekam informasi. Tidak benar apabila menilai keterangan
yang didapat. Tidak pilih-pilih responden. Siapapun yang diwawancara harus
bersikap baik
2.
Ramah. Dengan keramahan akan terjalin
interaksi yang intens sehingga responden tidak keberatan untuk mengemukakan
informasi yang ditanyakan
3.
Pewawancara harus berusaha agar tidak
tegang. Suasana tegang dapat muncul karena formalitas.
4.
Pengetahuan. Pewawancara mempunyai
wawasan atau pengetahuan tentang topik wawancara
5.
Latihan wawancara.
Materi Wawancara
1.
Riwayat
kasus (contoh: pertama kali/tujuan menjadi PSK)
2.
Persepsi tentang pekerjaan (pekerjaan tsb
baik atau tidak utk individu)
3.
Pandangan orang tentang dirinya
4. Hal-hal yang berhubungan
dengan norma
5.
Hubungan dengan teman
6.
Pandangan akan masa depan
Jenis-jenis wawancara
1.
Wawancara
Terstruktur, pedoman pertanyaan sudah disiapkan dan alternatif jawaban
telah diperkirakan
2. Wawancara Tidak Terstruktur, tanpa
didasari pedoman pertanyaan
3. Wawancara
Semiterstruktur/Campuran, mengkombinasikan kedua jenis wawancara diatas
4. Wawancara Berangkai, interviewe
diwawancara oleh beberapa interviewer secara bergantian dengan tema bisa
berbeda
5.
Wawancara Panel, interviewer terdiri dari beberapa
orang yang mengajukan pertanyaan secara
bersama-sama dengan tema berbeda
6.
Wawancara Secara Kelompok, orang yang akan diwawancara dijadikan
satu kelompok, diberi permasalahan dan selanjutnya dipecahkan secara
bersama-sama dalam waktu terbatas
Kesalahan-kesalahan
yang Sering dilakukan pewawancara (Metzler, 1977)
1.
Kurang matangnya perencanaan
2.
Kegagalan dalam probing
3.
Kecerobohan penampilan
4.
Membawa konsep yang kaku dalam wawancara
5.
Tidak sensitif
6.
Tidak dapat menangkap informasi pokok
7.
Malas
8.
Tidak mampu mengontrol pembicaraan
9.
Terlalu banyak berpendapat
Sumber error dalam melaporkan hasil interview dapat dibagi menjadi 5
error,yaitu: 1. error of recognition,
ingatan yang gagal mereproduksi apa yang ditangkap dalam interview. 2. error of omission, melewatkan hal-hal
yang seharusnya dilaporkan. 3. error of
addition, menambahkan sesuatu yang tidak terdapat dalam wawancara. 4. error of
substitution, tidak ingat apa yang sebenarnya dikatakan oleh
interviewee dan menggantinya dengan keterangan yang lain. 5. error of transportation, kesalahan
dalam urutan kejadian menurut waktunya.
C. ANGKET/QUESIONER
Angket adalah suatu data pertanyaan yang harus dijawab & data isian
yang harus diisi oleh individu. Berdasar jawaban atau isian sejumlah subyek,
maka penyelidik mengambil kesimpulan subyek yang diteliti. Terdapat 3
klasifikasi dari angket:
1.
Berdasar siapa yang harus menjawab, maka
dibedakan menjadi dua, yaitu angket
langsung, jika yang menjawab atau mengisi adalah subyeknya sendiri dan angket tidak langsung, jika yang mengisi
atau menjawab bukan subyeknya sendiri, Contoh: anak yang mengisi namun karena
anak mengalami kesulitan maka minta bantuan orang tua.
2.
Berdasar bentuknya, maka dibedakan
menjadi dua: angket terbuka, jika
tidak dibatasi jawabnnya dan angket
tertutup, jika dibatasi jawabnnya, dan jawaban sudah disediakan.
3.
Berdasar aspek-aspek kepribadian yang
diselidiki, dibedakan: angket umum,
untuk mengetahui data mengenai individu secara umum/data selengkap mungkin
tentang individu dan angket khusus,
hanya ingin mengetahui satu aspek saja, misalnya masalah belajar, masalah
hubungan sosial.
D. FOCUS GROUP DISCUSSION
Focus Group Discussion memiliki kegunaan sebagai alat pengumpul data,
alat untuk meyakinkan pengumpulan data dan juga berfungsi sebagai alat untuk
melakukan re-chek terhadap berbagai keterangan atau informasi yang didapat
melalui keterangan sebelumnya, baik keterangan sejenis maupun yang saling
bertentangan. Berdasar setting pelaksanaannya ada dua bentuk Focus Group
Discussion yaitu yang pelaksanaannya diatur dan dipersiapkan dan yang tidak
diatur setting maupun pelaksanaannya.
Focus
Group Discussion diatur dan dipersiapkan, pelaksanaannya adalah kita mengundang
beberapa informan kunci (4-7 orang); setelah informan kunci hadir kemudian baik
secara formal maupun tidak, beberapa pernyataan atau pertanyaan kita ajukan;
dari sanalah selanjutnya dibangun sebuah diskusi yang melibatkan semuanya.
Tugas kita adalah melemparkan dan meminta penjelasan lebih lanjut tentang
berbagai isu yang masih diragukan, simpang siur, perlu klarifikasi kepada para
informan kunci. Kita tidak perlu menentang, mendebat keterangan mereka,
minimalkan pendapat kita seminimal mungkin. Sekali lagi tugas kita hanya
mengatur bagaimana agar diskusi berlangsung dengan baik dan seluruh peserta
berpartisipasi.
Focus Group Discussion yang tidak
diatur setting dan pelaksanaannya sangat mirip dengan interview partisipatif
hanya berbeda dalam jumlah subyek yang terlibat.
E. ALAT PERMAINAN & HASIL KARYA
Pengumpulan bahan melalui alat permainan bisa dijadikan sarana memperoleh
data tentang subjek atau individu yang menjadi sasaran penggalian informasi.
Dengan ditunjang oleh metode observasi, individu dibiarkan untuk berekspresi
dengan alat permainan yang disenangi, saat individu terkonsentrasi pada alat
permainan baru selanjutnya proses pencatatan data tentang diri individu
dilakukan.
Begitu juga mengenai hasil karya yang berupa lukisan, puisi, prosa atau
tulisan tangan, dapat dijadikan sarana penggalian data tentang individu yang
ingin dicari informasinya. Asumsinya adalah bahwa segala gerakan manusia adalah
ekspresi dari kehidupan jiwanya.
F. ANAMNESA (RIWAYAT HIDUP)
Penggalian riwayat hidup ini
ditujukan untuk mengetahui data diri individu selama rentang perkembangan jangka
panjang yang terjadi dalam kehidupannya.
Keniston dan Sundberg (dalam
Sumintardja,1991), mengemukakan bahwa yang tercakup dalam penelusuran latar
belakang kehidupan adalah:
1.
Menelusuri tema hidup seseorang.
Maksudnya adalah menggali segala kejadian dalam kehidupan individu, terutama
tekanan-tekanan yang dialaminya, yang berinteraksi dengan kebutuhan-kebutuhan
dirinya, sehingga menimbulkan perasaan puas maupun tidak puas
2.
Menelusuri sebab-sebab terjadinya
gangguan psikis/keluhan. Dalam hal ini dideeksi seluruh kejadian dalam
kehidupan individu yang diduga menjadi faktor pencetus terjadinya keluhan atau
gangguan jiwa.
3.
Menelusuri dugaan atau ramalan/prediksi. Maksudnya mencari korelasi
dari karakteristik, sifat-sifat subjek dengan suatu kriterium, norma tertentu
untuk memberikan gambaran sejauhmana keserasian karakteristik tersebut dengan
kriteria,guna menetapkan suatu prediksi tingkah laku.
Teknik yang digunakan untuk
menelusuri latar belakang kehidupan adalah sebagai berikut:
1.
Menelusuri sejarah kehidupan individu
,ulai dari masa kanak-kanak sampai dengan usia individu mengalami suatu
persoalan. Menelusuri pula apakah individu mampu melampaui tugas-tugas
perkembangan sebagaimana seharusnya dan pada tahapan mana individu mengalami
suatu tekanan yang sifatnya tidak terselesikan atau tidak tertangani.
2.
Penggunaan prosedur tes untuk
mengidentifikasikan potensi yang dimiliki individu, juga untuk menelusuri taraf
kematangan yang dimiliki.
3.
Menelusuri apakah ada kecenderungan
perubahan kepribadian pada diri individu
antara sebelum dan sesudah terkena suatu permasalahan.
Ditinjau dari cara riwayat hidup itu
sendiri ditelusuri maka ada dua jenis pemahaman riwayat hidup, yaitu:
1.
Auto
anamnesa, yaitu bila penggalian data bersumberkan dari informasi individu
yang mengalami suatu permasalahan
2.
Allo
anamnesa, yaitu bila individu berada pada posisi tidak mampu memberikan
informasi secara tepat, sehingga dibutuhkan orang lain disekitar individu dalam
proses penggalian data tentang individu.
G. ALAT TES
Klasifikasi Alat Tes
Alat tes untuk melakukan pemeriksaan psikologis secara garis besar dapat
diklasifikasikan kedalam tes inteligensi, tes bakat, tes kepribadian dan tes
minat. Kedua tes pertama disebut tes
kognitif, sedangkan kedua tes terakhir disebut tes non-kognitif.
Tes inteligensi ialah
tes yang mengungkap kapasitas intelektual individu. Tes inteligensi digunakan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan umum seseorang guna memperkirakan apakah
suatu pendidikan atau pelatihan tertentu dapat diberikan kepadanya. Nilai tes
inteligensi seringkali juga dikaitkan dengan umur, bagaimana kedudukan relatif
IQ individu dengan kelompok umur sebayanya.
Tes Bakat atau sering
disebut juga tes bakat khusus, mencoba untuk mengetahui kecenderungan kemampuan
khusus dibidang-bidang tertentu.
Tes Kepribadian
mencoba untuk mengungkap berbagai ciri kepribadian tertentu seperti
introversi,penyesuaian sosial dan sebagainya yang berkaitan dengan kepribadian.
Tes Minat mengungkap
reaksi seseorang terhadap berbagai situasi yang secara keseluruhan akan
mencerminkan minatnya. Minat yang terungkap melalui tes minat ini seringkali
menunjukkan minat yang lebih mewakili dari pada minat yang sekedar dinyatakan
yang biasanya bukan merupakan minat yang sesungguhnya.
Alat tes psikologi juga dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Banyaknya testee :
tes individual atau tes kelompok
2. Cara penyelesaiannya : tes verbal atau tes non verbal
3. Cara menilai tes : tes alternatif (benar-salah)
atau graduil (penilaian
antara 1,2,3,4 dst….)
4. Fungsi psikis :
tes perhatian, memori, penalaran, pemahaman
5. Isi dan waktu tes :
speed tes dan power tes
6. Latar belakang teori : tes proyektif atau non proyektif
7. Bentuk tes :
benar-salah, isi, mencari pasangan, deret angka,
mengatur objek
8. Nama pencipta :
Rosarchach, Pauli, Kraeplin, Binnet, dll
Kelengkapan, representatifitas dan
kesahihan alat tes adalah sangat penting. Namun pemeriksaan dengan menggunakan
alat tes psikologi, saat ini sedang menghadapi banyak masalah :
1. Fenomena banyak beredarnya
alat tes psikologi dipasaran bebas
2. Fenomena banyak alat tes
yang belum terstandardisir yang telah digunakan sebagai alat utama pengukuran
psikologis oleh banyak kalangan psikologi
3. Kecenderungan psikologi
Indonesia hanya sebagai pengguna alat tes produk luar negeri, tanpa berkreasi
menciptakan alat tes sendiri atau mencari alternatif pemeriksaan yang lain.
H. TES PSIKOLOGIS
Suryobroto mengemukakan bahwa
tes adalah „pertanyaan-pertanyaan“ yang harus dijawab dan atau perintah yang
harus dijalankan, yang berdasar atas bagaimana testee menjawab pertanyaan dan
atau melakukan perintah itu. Kemudian hasilnya diambil kesimpulan dengan cara
membandingkannya dengan standart atau testee yang lain.
Metode
ini dikembangkan untuk mengatasi kelemahan dari metode klinis (kualitatif),
yaitu terutama dari segi subjektivitas. Selain itu menggunakan metode tes dalam
diagnosa psikologi dipandang lebih memenuhi kriteria. Alasan digunakan metode
tes ini adalah:
1. untuk mengatasi
subjektivitas kualitatif
2. untuk mempersingkat waktu
atau mengurangi penggunaan waktu yang panjang dalam menangani kasus perkasus
3. karena waktu singkat, maka
dapat digunakan untuk mengurangi biaya dan tenaga
4. lebih menekankan pada
objektivitas dan efisensi
III. PERKEMBANGAN METODE TES
A. FASE PERSIAPAN/PERIODE PERSIAPAN
Tes psikologi digunakan oleh
bidang pendidikan pada mulanya., yaitu untuk pengukuran mental, inteligensi
normal dan tidak normal, yang mengalami gangguan emosional dan lain-lain
diklasifikasikan bidang pendidikan tertentu. Pada awal abad 19, muncul
pemikiran untuk memperlakukan orang yang tidak normal lebih manusiawi. Berikut
ahli-ahli yang memperhatikan hal tersebut :
1. Esquirol, ahli pertama yang
menggunakan istilah MR (mental retardation) dalam buku-bukunya. Ia mengkategorikan MR sebagai suatu garis
kontinum dari normal ke idiot. Ia mencoba beberapa prosedur & menemukan
bahwa kemampuan penggunaan bahasa pada diri seseorang mencerminkan tingkat
intelektualnya. Muncul tes inteligensi yang berupa pertanyaan dan dengan
tuntutan jawaban secara verbal, sehingga individu MR atau bukan tergantung pada
kemampuan menggunakan bahasa verbal.
2. Sequin, mempelopori dalam
bidang pelatihan terhadap individu-individu yang mengalami MR. Ia menolak
anggapan bahwa MR tidak dapat dilatih. (diperbaiki). Ia mengembangkan teknik
latihan kepekaan indra & latihan otot (gerak) serta kontrol terhadap gerak
motorik. Gagasan Sequin memberikan ide bagi pembuat tes psikologis secara
inverbal (perfomence). Selanjutnya pada tahun 1837 Sequin mendirikan
sekolah/intruksi khusus untuk anak-anak MR.
B. EKSPERIMEN PSIKOLOGI YANG PERTAMA
Orientasi psikologi eksperimen
yang pertama pada abad 19 adalah membuat formula atau gambaran tingkah laku
manusia yang dapat digeneralisasi (terfokus pada kesamaan tingkah laku
individu), sehingga jika ada individu yang berbeda dianggap menyimpang
(tokohnya adalah W.Wundt). Sumbangannya: pengukuran ketepatan visual,pengukuran
ketepatan pendengaran, pengukuran ketepatan kepekaan indera (dalam waktu yang
terbatas).
C. FRANCIS GALTON
Melalui laboratorium Anthropemetriknya
(secara keturunan) menemukan standardisasi. Ketelitian penglihatan dalam
membedakan panjang suatu benda, ketajaman pendengaran atau kepekaan sensoris,
mencoba menerapkan penggunaan rating scale & kuesioner untuk berbagi
tujuan, mengembangkan metode statistik untuk analisis data dalam mengukur
perbedaan individual. Tes kepekaan yang ditemukan dapat mengukur daya
intelektual individu. Hal ini disebabkan karena individu yang mengalami MR
cenderung untuk tidak memiliki kemampuan untuk membedakan panas, dingin dan
rasa sakit.
D. CATTELL & SEJARAH ADANYA TES MENTAL
Cattel menggunakan istilah
mental tes untuk menerangkan serangkaian tes yang dilakukan terhadap para
mahsiswa untuk menentukan tingkat inteligensi mereka. Tes yang diciptakan
sejenis tes individual dan yang diukur dalam tes tersebut adalah :
kekuatan otot, sensitivitas terhadap rasa sakit, perbedaan berat badan,
kecakapan gerak, ketajaman penglihatan dan pendengaran, waktu reaksi dan
memori. Dalam tes ini Cattell sepandangan dengan Galton bahwa ukuran fungsi
intelektual dapat diperoleh melalui tes perbedaan sensorik dan waktu reaksi.
E. PERIODE PENGGUNAAN TES SEACARA NAIF
Periode ini tes psikologi yang
ada digunakan secara berlebihan oleh lembaga-lembaga formal atau resmi dengan
tanpa memandang kelemahan-kelemahannya. Misalnya suatu tes yang dibuat atau
diciptakan pada suatu latar belakang kebudayaan tertentu, digunakan oleh
pemakai dengan latar belakang kebudayaan lain, hasil yang diperoleh adakalanya
tidak menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya yang disebabkan oleh adanya
perbedaan kebudayaan tersebut. Selain itu penggunaan tes ini dirasa ada
kelemahannya yaitu tes yang ada pada saat itu masih tergantung pada kebudayaan tertentu. Dari kelemahan inilah
muncul penggunaan tes pada periode ke 2 yaitu periode free culture.
F. PERIODE FREE CULTURE`
Periode ini mulai ada suatu
gerakan untuk membuat tes yang bebas dari kebudayaan (free culture) Tes yang dibuat dihimbau tidak hanya berlaku pada
satu macam kebudayaan saja, tetapi berlaku terhadap berbagai macam kebudayaan.
Salah satu usaha dalam menciptakan tes yang free
culture yaitu tes yang menggunakan gambar-gambar yang dapat diketahui semua
orang, misalnya gambar geometris. Tes semacam ini kemudian dikembangkan lebih
jauh. Namun dalam kenyataannya ternyata tes semacam ini masih dipengaruhi oleh
unsur kebudayaan. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada tes yang benar-benar bebas
budaya. Selanjutnya berkembang periode ke tiga, yaitu periode culture fair (adil budaya), yaitu suatu
periode dimana suatu tes yang dibuat bisa diterapkan pada kebudayaan lain
dengan jalan adaptasi.
G. PERIODE PENGGUNAAN TES SECARA KRITIS
Pada periode ini seorang
pemakai tes harus mengetahui tentang baik buruknya, efisien tidaknya atau
memenuhi syarat atau tidaknya suatu tes. Syarat-syarat tes yang baik haruslah
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.
Valid, yaitu sejauh mana tes itu mengukur apa
yang seharusnya diukur. Makin tinggi validitas suatu tes maka tes tersebut
makin menunjukkan apa yang seharusnya diukur.
2.
Reliabilitas, yaitu sejauhmana tes itu sama dengan
dirinya sendiri. Atau keajegan alat tes sebagai alat ukur.
3.
Standardisasi, yaitu suatu tes bertujuan agar setiap
testee yang diukur dengan alat tersebut mendapat perlakuan yang benar-benar
sama.Standardisasi ini meliputi : materi, penyelenggaraan, skoring dan
interpretasi.
4.
Objektivitas,
yaitu penilaian tes harus objektif, baik dari segi adminiatrasi maupun
interpretasi.
5.
Diskriminatif, suatu alat tes harus dapat mengungkapkan
gejala-gejala tertentu dan menunjukkan perbedaan gejala antar individu satu
dengan yang lain.
6.
Comprehensiv, suatu alat tes sebaiknya mampu
menyelidiki banyak hal sekaligus.
7.
Mudah digunakan, tidak mempersulit pemakaian dalam
menyelenggarakan tes tersebut.
IV. TES INTELIGENSI
A. KONSEP INTELIGENSI
Penggunaan istilah inteligensi
sering tidak sama. Wechsler
mengatakan bahwa inteligensi merupakan kemampuan untuk bertindak dengan
menetapkan suatu tujuan, berpikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan
lingkungan disekitarnya secara memuaskan. Vermon mengatakan ada tiga arti
mengenai inteligensi, pertama inteligensi adalah kapasitas bawaan yang diterima
oleh anak dari orang tuanya melalui gen yang nantinya akan menentukan
perkembangan mentalnya. Kedua, istilah inteligensi mengacu pada
« pandai », cepat dalam bertindak, bagus dalam penalaran dan
pemahaman, serta efisien dalam aktivitas mental. Arti ketiga dari inteligensi
adalah umur mental atau IQ atau skor dari suatu tes inteligensi. Selanjutnya
Vernon menyebut ketiga konsep mengenai inteligensi tersebut sebagai inteligensi
A,B dan C.
Inteligensi A dan B pertama
sakeli di formulasikan oleh Donald Olding Hebb sebagai faktor yang berhubungan
dengan genotype dan phenotype. Faktor
genotype (A) merupakan faktor bawaan
termasuk yang berhubungan dengan fisik misalnya otak dan susunan saraf, yang
tidak dapat diamati secara langsung yang dapat diamati adalah perilakunya. Faktor
Phenotype (B) yaitu bagaimana seseorang bertingkah, cara bicara dan berpikir.
Phenotype ini tergantung pada interaksi gen dengan lingkungan prenatal maupun
postnatalnya. Jadi inteligensi B yang dapat diamati bukanlah genetic juga bukan
hasil belajar saja, melainkan interaksi antara nature dan nature. Inteligensi B
tidak statis selama hidup, namun berubah sesuai dengan pendidikan dan
pengalaman yang diperoleh individu. Inteligensi C adalah hasil suatu tes
inteligensi, yang pada umumnya mengukur inteligensi B, karena dianggap
inteligensi A hampir tidak dapat diukur.
Pada waktu yang bersamaan
Raymond B Cattel juga memformulasikan fluid
intelligence dan crystallized
intelligence (pengaruh lingkungan). Cattel mengatakan bahwa kemampuan umum
(faktor G) sebetulnya terdiri dari dua komponen yaitu fluid dan crystallized
atau GF dan GC. GF adalah pengaruh faktor biologis (bawaan) pada perkembangan
intelek, sedangkan GC adalah hasil interaksi kemampuan bawaan dengan
kebudayaan, pendidikan dan pengalaman. Konsep ini tampak ada kesamaan dengan konsep inteligensi A dan B dari Hebb.
Bedanya menurut Cattel GF dan GC masing-masing dapat diukur dengan tes
inteligensi tertentu, sedangkan menurut Hebb inteligensi A hampir tidak dapat
diukur, yang dapat diukur adalah inteligensi B.
Akhir-akhir ini tidak
diperdebatkan lagi mengenai apa itu inteligensi maupun teori-teori inteligensi,
tetapi yang banyak dibicarakan adalah bagaimana mengukur inteligensi dan
bagaimana perkembangannya pada anak-anak maupun pada orang dewasa, sehingga
muncul banyak berbagai macam tes inteligensi.
B. MACAM-MACAM TES INTELIGENSI
Sampai saat ini sudah banyak
tes intelegensi yang disusun oleh para ahli baik tes inteligensi untuk
anak-anak maupun orang dewasa, tes inteligensi yang disajikan secara individual
maupun secara kelompok, tes verbal dan tes performansi, dan tes intelegensi
untuk orang cacat khusus misalnya tuna rungu dan tuna netra.
1.
Tes Inteligensi untuk anak-anak
Contoh : tes Binet, WISC, WPPSI, CPM, CFIT skala 1 dan 2 dan TIKI Dasar
2.
Tes Inteligensi untuk remaja-dewasa
Contoh : TIKI menengah, TIKI tinggi, WAIS, SPM, APM, CFIT skala 3
3.
Tes Inteligensi untuk tuna rungu
Contoh : SON
4.
Tes Inteligensi untuk tuna netra
Contoh : KIT
Intelligence Quotient (IQ)
Hasil tes inteligensi pada umumnya berupa IQ (intelligence quotient),
namun ada juga tes inteligensi yang tidak menghasilkan IQ yaitu berupa tingkat
/ grade (Tes Raven). Istilah Intelligence Quotient pertama kali dikemukakan
pada tahun 1912 oleh William Stern, seorang ahli psikologi berkebangsaan
Jerman. Kemudian oleh Lewis Madison Terman istilah tersebut digunakan secara
resmi untuk hasil tes inteligensi Stanford Binet Intelligence Scale di Amerika
Serikat pada tahun 1916.
Perhitungan IQ menuurt William Stern menggunakan rasio antara MA dan CA
dengan rumus :
IQ = (MA / CA) x 100
Keterangan :
MA = Mental Age (umur mental)
CA = Chronological age (umur kronologis)
100 = Angka konstan.
Dengan berkembangnya ilmu psikologi dan psikometri, IQ rasio dirasa tidak
memadai lagi, hal ini karena asumsi konsep ini makin tua harusnya makin baik
dalam menunjukkan kemampuan itelektual, tapi nyatanya kemampuan orang tua
justru makin menurun. Kemudian diperkenalkan IQ deviasi yaitu dengan dasar
rerata (mean) dan SD (standard deviation) dari kelompok yang bersangkutan. IQ
deviasi sebenarnya merupakan skor standar, yaitu konversi skor mentah dari
suatu distribusi menjadi skor yang menyatakan besarnya penyimpangan (deviasi)
dari mean dalam suatu standar.
Interprestasi Hasil Tes Inteligensi
Hasil suatu tes dapat diinterprestasi atau diberi arti dengan cara
membandingkan. Perbandingan dapat dilakukan dalam arti diri sendiri maupun terhadap
orang lain.
Membandingkan dalam diri sendiri misalnya pre and post test, sebelum dan
sesudah suatu kegiatan untuk mengetahui apakah ada perubahan atau kemajuan,
dapat juga suatu kemampuan dibandinkan kemampuan lain dalam diri sendiri
(misalnya kemampuan berhitung dibandingkan dengan kemampuan bahasa).
Membandingkan dengan orang lain dapat dilakukan dengan cara :
1. Membandingkan hasil tes
individu dengan hasil tes individu lain
2. Membandingkan hasil tes yang
diperoleh individu dengan standar penampilan yang telah diterima umum atau
dengan norma yang sudah dibakukan.
Pemberian arti atau
interprestasi hasil suatu tes inteligensi biasanya dilakukan dengan cara membandingkan hasil tes
individu dengan hasil tes individu lain dalam kelompok usianya. Perbandingan
sudah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga pengguna tes intelegensi dapat
langsung melihat table yang sudah disediakan.
Hasil utama suatu tes
inteligensi memang berupa IQ atau tingkat inteligensi seseorang, namun
berdasarkan is jawaban subjek dari aspek-aspek tertentu yang dijabarkan dalam
item-item suatu tes inteligensi, seorang ahli yang sudah berpengalaman dapat
menginterprestasi aspek lain selian inteligensi, misalnya aspek klinis, emosi,
kreativitas dan yang lainnya.
Klasifikasi Inteligensi
Wechsler mengklasifikasikan inteligensi
berdasarkan WAIS, menjadi :
Klasifikasi
|
IQ WAIS
|
Persentase
|
Very superior
Superior
Bright Normal
Average
Dull Normal
Borderline
Defective
|
130
keatas
120-129
110-119
90-109
80-89
70-79
-69
|
2,2
6,7
16,1
50,0
16,1
6,7
2,2
|
Terman dan Merril mengklasifikasikan inteligensi berdasarkan standarisasi
Tes Inteligensi Stanford Binet tahun 1973, sebagai berikut :
Klasifikasi
|
IQ
|
Persentase
|
Very
Superior
|
160-169
|
0,03
|
150-159
|
0,2
|
|
140-149
|
1,1
|
|
Superior
|
130-139
|
3,1
|
120-129
|
8,2
|
|
High
Average
|
110-119
|
18,1
|
Normal
Average
|
100-109
|
23,5
|
90-99
|
23,0
|
|
Low
Average
|
80-89
|
14,5
|
Borderline
Defective
|
70-79
|
5,6
|
Mentally
Defenctive
|
60-69
|
2,0
|
50-59
|
0,4
|
|
40-49
|
0,2
|
|
30-39
|
0,03
|
Tes Binet
Tes inteligensi yang pertama
kali dipublikasikan untuk mengukur kemampuan mental seseorang adalah tes Binet
–Simon pada tahun 1905 di Paris-Perancis. Binet menggambarkan inteligensi
sebagai sesuatu yang fungsional. Inteligensi menurut Binet terdiri dari tiga
komponen, yaitu : (a) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, (b)
kemampuan untuk mengubah arah bila tindakan tersebut telah dilaksanakan atau
bila gagal, (c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri.
Pada saat pertama kali
digunakan, tes Binet-Simon bentuknya sederhana hanya 30 soal yang disajikan
secra ururt. Digunakannya tes Binet Simon pada waktu itu karena didorong
pemerintah Perancis yang ingin memisahkan pendidikan anak-anak yang kurang
cerdas dengan anak yang cerdas agar proses belajar lancar. Tes Binet-Simon ini
menarik perhatian para ahli sehingga banyak dilakukan revisi atau adaptasi.
Yang paling terkenal adalah adaptasi dan revisi yang dilakukan di Stanford
University, Amerika Serikat.
Revisi yang pertama di
Stanford University dilakukan oleh Terman pada tahun 1916. kemudian pada tahun
1937 bersama dengan Merrill, tes tersebut direvisi menjadi dua bentuk L dan M.
pada tahun 1960 direvisi lagi dengan menggabungkan bentuk L dan M menjadi L-M.
revisi keempat terhadap Stanford-Binet Intelligence Scale dilakukan pada tahun
1986 oleh Thorndike dkk. Revisi ini mengalami perubahan yang cukup besar sesuai
dengan berkembangnya teori inteligensi maupun psikologi dan semakin canggihnya
psikometri.
Tes Binet yang digunakan di
Indonesia saat ini adalah Stanford Binet Inteligence Scale Form L-M, yaitu revisi
ketiga dari Terman dan Merril pada tahun 1960. Item-item dalam tes ini
dikelompokkan dalam tingkat umur mulai tahun II sampai dengan tahun XIV,
selanjutnya dewasa rata-rata, dewasa superior I, II, dan III. Masing-masing
tingkat umur terdiri dari 6 soal, kecuali dewasa rata-rata (dan seterusnya)
terdiri dari 8 soal. Perhitungan umur mental idealnya dimulai dari umur basal
(tingkat umur dimana teste dapat menyelesaikan semua soal dengan benar) dan
berakhir dengan umur ceiling (tingkat umur dimana teste tidak dapat mengerjakan
dengan benar semua soal). Hasil tes berupa IQ dapat dilihat dalam table IQ dari
Pinaneau yang merupakan IQ deviasi dengan mean 100, SD = 16.
Tes Wechler
David Wechsler juga merupakan
salah seorang perintis pengembangan tes inteligensi mendefinisikan sebagai
kumpulan atau keseluruhan kapasitas seseorang untuk bertindak dengan tujuan
tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan
efektif.
Wechsler bekerja di rumah
sakit Bellevue – New York, karena itu perkali ia menyusun tes inteligensi
diberi nama Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (W-B) dalam bentuk parallel I
dan II, yang dipublikasikan pada tahun 1939. W-B I kemudian direvisi menjadi
Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) pada tahun 1955,dan pada tahun 1981
direvisi lagi menjadi WAIS-R.
Karena kebutuhan akan tes
inteligensi untuk anak-anak, maka Wechsler menyusun tes untuk anak umur 8-15
tahun, Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) pada tahun 1949 yang
merupakan revisi dari W-B II. Pada tahun 1974 diterbitkan revisinya yaitu
WISC-R. pada tahun 1963 dipublikasikan Wechsler Preschool dan Primary Scale of
Intelligence (WPPSI) untuk anak usia 4-6 ½ tahun. Dengan demikian lengkaplah
tes inteligensi dari Wechsler, mulai dari anak pra sekolah sampai dewasa.
Ketigas tes Wechsler tersebut
pada dasarnya sama, yaitu terdiri dari subtes verbal dan performance. Namun
demikian walaupun sudah menguasai salah satu tes Wechsler, untuk dapat
menyajikan tes Wechsler yang lain seseorang harus mempelajari dna melakukan
latihan lebih dahulu, karena detail-detail te kemungkinan tidak sama. Terutama
pada performance perbedaannya cukup berarti. Misalnya pada tes rancangan balok,
untuk WAIS, WISC dan WPPSI, masing-masing berbeda bentuk maupun warna baloknya.
Tes Raven
Raven Progressive Matrices
(RPM) merupakan tes inteligensi yang dapat disajikan secara kelompok maupun
individual. Materi tes ini berupa gambar dengan sebagian yang terpotong. Tugas
subyek adalah mencari potongan yang cocok untuk gambar tersebut dari alternatif
potongan-potongan yang sudah disedikan. Dari tes Raven tidak ditemukan IQ
seseorang melainkan taraf inteligensi yang dibagi dalam Grade I sampai Grade V
yang ditentukan berdasarkan persentil.
Tes Raven sering disebut
sebagai tes yang culture fair, maksudnya adil untuk semua kebudayaan yaitu adil
jika semua orang tidak tahu, diasumsikan bahwa gambar-gambar matriks dalam item
tes Raven semua orang tidak tahun, juga tidak membutuhkan kemampuan bahasa atau
nonverbal.
Tes ini mengungkap kemampuan
memahami figure yang tidak berarti dengan mengobservasi dan berpikir jernih
pada saat mengerjakan tes tersebut, kemudian melihat hubungan-hubungan antara
figur-figur yang ada dan akhirnya mengembangkan penalaran.
Pertama kali Raven menyusun
Standard Progessive Matrices (SPM) yang terdiri dari 60 item, yang
dikelompokkan dalam 5 seri yaitu : A, B, C, D, E (setiap seri 12 item). SPM
dapat dikenakan untuk semua umur. Hasilnya berupa persentil dan grade dari
inteligensi.
Karena kebutuhan tes untuk
anak-anak, disusun Coloured Progessive Matrices (CPM) untuk anak-anak umur 5-11
tahun, CPM juga dikenakan pada orang tua atau lanjut usia diatas 60 tahun
dengan pendidikan rendah atau menengah. CPM
terdiri 36 item yang dikelompokkan dalam 3 seri yaitu : A, Ab, B (setiap
seri 12 item). Hasilnya berupa persentil dan grade dari inteligensi.
Karena kebutuhan tes untuk
orang-orang yang diatas normal (superior) disusun Advanced Progessive Matrices
(APM). Yang terdiri dari dua set / seri. Set I terdiri dari 12 item dan set II
terdiri 36 item. Set I sebetulnya merupakan pemanasan atau pengenalan pola /
matrik yang digunakan, sekaligus juga merupakan langkah awal menjajagi
kemampuan individu. Apabila dalam set I subyek tidak mampu menjawab dengan
betul sebanyak 6 item dari 12 item yang disedikan, maka APM set II tidak perlu
disajikan, tes dilanjutkan dengan SMP. Apabila subyek mampu menjawab dengan
betul 6 item atau lebih baru diteruskan dengan set II. Hasil tes berupa
persentil.
Culture Fair Inteligence Test (CFIT)
CFIT disusun oleh R.B Cattell, terdiri dari 3
bentuk yaitu :
1. Skala 1 untuk anak usia 4-8
tahun.
2. Skala 2 untuk anak usia 8-13
tahun atau dewasa rata-rata
3. Skala untuk murid SLTA ke
atas atau dewasa superior.
TES BAKAT
Konsep Bakat
Konsep bakat muncul karena
ketidakpuasa terhadap tes inteligensi yang menghasilkan skor tunggal yaitu IQ.
Semula IQ inilah yang digunakan sebagai dasar pertimbangkan dalam perencanaan
di berbagai bidang. Namun demikian IQ tidak dapat memberikan banyak informasi,
jika ada dua orang mempunyai IQ yang sama, tetapi prestasi belajar atau
prestasi kerjanya berbeda. Orang yang satu mempunyai skor tinggi pada
tugas-tugas yang menuntut kemampuan verbal, sedangkan orang yang lain mempunyai
skor rendah pada tugas verbal, tetapi mempunyai skor tinggi pada tugas yang
menuntut kemampuan berhitung.
Dari hasil tes inteligensi
kelompok ini diperoleh kesimpulan bahwa skor masing-masing subtes pada individu
yang sama terbukti berbeda. Hal ini membuktikan bahwa tes inteligensi mempunyai
variasi internal. Analogi dengan tes inteligensi individual berarti
sesungguhnya hasil tes yang ditujukan dengan IQ mengandung variasi internal. Perlu diketahui tes inteligensi tidak
memberikan rekomendasi untuk melakukan analisis kemampuan secara diferensial.
Dalam bidang klinis, para ahli biasanya melakukan interkomparasi terhadap
berbagai subtes inteligensi guna mendapatkan keterangan lebih lanjut tentang
kondisi psikologis paseinnya.
Definisi tidak jauh berbeda
dengan definisi inteligensi, seperti yang dikemukakan oleh Bingham, bakat
adalah kondisi atau rangkaian karakteristik yang dipandang sebagai gejala
kemampuan individu untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau serangkaian
respon melalui latihan-latihan. Jadi bakat merupakan hasil interaksi antara
hereditas dan pendidikan.
Berdasarkan alasan-alasan
tersebut dan seiring dengan hasil penelitian pada ahli yang menggunakan metode
analisis fackor terbukti bahwa kemampuan yang diukur tes inteligensi merupakan
kemampuan yang jamak (multifactor). Pelopor yang menggunakan analisa factor
untuk mengalasis kemampuan umum (general ability) adalah Spearman yang dikenal
dengan teori dua factor, kemduian diikuti Thurstone, Guilford dan Vernon.
Teori dua factor menerangkan
bahwa setiap aktivitas mental ditunjukkan oleh factor spesifik (s) yang
berbeda. Semua factor spesifik itu akan secara bersama membentuk single common
factor yang disebut dengan general (g). dengan demikian maka setiap perilaku
akan terdiri dari factor s yang berbeda dan factor g yang selalu sama.
Thurstone terkenal dengan
teori primary mental ability. Kemampuan mental primer meliputi pemahaman verbal
(V), kelancaran verbal (W), pemahaman konsep angka (N), ruang (S), ingatan
asosiasi (M), kecepatan persepsi (P), induksi (I) atau penalaran umum (R).
Guilford terkenal dengan teori
struktur inteletual, yang memandang inteligensi terdiri dari tiga dimensi,
yaitu operasi, isi dan produk. Operasi meliputi hal-hal yang dilakukan
seseorang seperti kognisi, memori, divengent production, convergent production
dan evaluasi. Isi yaitu materi-materi yang dimiliki seseorang terdiri dari
simbol-simbol, kata-kata seseorang seperti tingkah laku dan lain-lain, dan
informasi tentang macam-macam hal yang berkaitan dengan produk, relasi, system,
tranformasi dan implikasi. Produk adalah proses bagaimana informasi diolah.
Berdasarkan teori ini setiap manusia mempunyai 120 macam kemampuan yang
merupakan gabungan dari 3 hal tersebut.
Selanjutnya Guilford
menyebutkan dimensi bakat meliputi persepsi, psikomotorik dan intelek. Dimensi
persepsi yang diukur adalah kepekaan dari masing-masing pancaindera, yang
berhubungan dengan perhatian atau persiapan melakukan observasi seperti
kepekaan penglihatan, pendengaran dan kinestesi. Dimensi psikomotorik yang
diukur meliputi kekuatan, kecepatan (speed), kecepatan permulaan suatu
aktivitas (impulsion), ketepatan, koordinasi dan fleksisibilitas gerakan.
Dimensi intelek meliputi ingatan dan berpikir.
Teori Vernon adalah teori
hirarki, dengan hirarki yang tertinggi adalah faktor g. Faktor g itu sama dengan
faktor g dari Spearman. Di bawah faktor g ad dua kelompok faktor yatu verbal
aducational yang disebut juga sebagai kemampuan akademik dan kemampuan spatial
perceptual-practical, sering disebut pula sebagai kemampuan praktis. Kemampuan
akademik meliputi verbal, numeric, psikomotorik dan kemampuan fisik seperti
persepsi. Hirarki selanjutnya terdiri dari faktor-faktir spesifik.
Berdasarkan teori multifactor
itulah maka disusunlah baterai tes bakat yang memberikan rekomendasi untuk
melakukan analisis diferensial, seperti FACT, DAT dan GATB. Perlu diketahui
disamping teori bakat multifactor, adapula teori bakat spesifik. Teori ini
memandang bahwa masing-masing bakat itu pilah, tidak saling berhubungan, tidak
terdapat pada setiap orang dan pada orang dan orang yang berbeda mempunyai
bakat yang berbeda. Dari tes bakat yang disusun berdasarkan teori multifactor maka hasil akhir berupa
profit kombinasi dari dari kemampuan yang diukur oleh baterai tes. Tes bakat
yang disusun berdasarkan teori bakat spesial jika seseorang diukur oleh dua tes
bakat, maka kedua nilai tidak merupakan profit, tetapi pilah sama sekali.
Tujuan Mengetahui Bakat Seseorang
Tujuan mengetahui bakat adalah
untuk dapat melakukan diagnosa dna presiksi. Tujuan diagnosis adalah dengan
mengetahui bakat seseorang maka akan dipahami potensi yang ada pada seseorang.
Dengan demikian dapat membantu untuk analisis permasalahan yang dihadapi testi
di masa kini secara lebih cermat. Permasalahan itu baik dalam bidang
pendidikan, klinis maupun industri. Dengan bantuan tes bakat diharapkan
psikologi dapat memberikan treatment secara tepat.
Tujuan prediksi adalah untuk
memprediski kemungkinan kesuksesan satu kegagalan seseorang dalam bidang
tertentu di masa depan. Perediksi meliputi seleksi, penempatan dan klasifikasi.
Perlu diketahui pada dasarnya prediksi adalah mempertemukan potensi seseorang
dengan persyaratan yang dituntut oleh sutau lembaga.
Faktor-faktor yang diungkap Tes Bakat
1.
Kemampuan verbal : kemampuan
memahami dan menggunakan bahasa baik secara lisan atau tulisan.
2.
Kemampuan numerical : kemampuan
ketepatan dan ketelitian memecahkan problem aritmatik / konsep dasar berhitung.
3.
Kemampuan spatial : Kemampuan
merancang suatu benda secara tepat
4.
Kemampuan perceptual : Kemampuan
mengamati dan memahami gambar dua dimensi menjadi bentuk tiga dimensi.
5. Kemampuan reasoning : kemampuan
memcahkan suatu masalah
6. Kemampuan mekanik : kemampuan
memahami 2 konsep mekanik dan fisika
7.
Kemampuan memori : kemampuan mengingat
8.
Kemampuan clerical : kemampuan
bekerja di bidang administrasi
9.
Kreativitas : kemampuan
menghasilkan sesuatu yang baru dan menunjukkan hal yang tidak biasa / istimewa
10.
Kecepatan kerja : kemampuan
bekerja secara cepat terutama untuk pekerjaan yang rutin
11. Ketelitian kerja : kemampuan bekerja secara teliti
12. Ketahanan kerja : kemampuan bekerja secara konsisten.
Keterbatasan Tes Bakat
Tes bakat mempunyai keterbatasan, diantara
keterbatasan itu adalah :
1. Tes bakat hanya mengukur
sample perilaku yang ditunjukkan oleh sample butir tes.
2. Standarisasi tes tergantung
pada keadaan sample standarisasi. Dengan demikian perkembangan budaya dan
kemajuan teknologi akan mempengaruhi validitas tes.
3. Reliabilitas te jarang
mempunyai koefisien reliabilitas sama dengan satu, berarti testing lebih satu
kali pada satu individu yang sama tidak akan menunjukkan hasil yang sama
persis.
4. Dengan pengukuran bakat
bukan berarti telah memahami kondisi psikologis seseorang secara komprehensif.
Untuk tujuan diagnosis dan prediksi akan lebih akurat jika dilakukan pengukuran
aspke psikologis secara komprehensif.
Macam-macam Tes Bakat
Tes bakat dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok,
yaitu :
1. Kelompok baterai tes yaitu
rangkaian bermacam-macam tes yang masing-masing tes dapat berdiri sendiri tidak
harus digunakan secara keseluruhan.
Contoh : Defferential Aptitude Test (DAT), General Aptitude Test Battery (GATB), Flanagan Aptitude Classification (FACT).
2.
Kelompok Single Test, yaitu tes bakat
yang terdiri dari satu jenis tes dan pada umumnya mengungkap kemampuan khusus
yang dimiliki seseorang.
Misal : tes sensory, tes artistic, tes klerikal, tes kreativitas, te
motor dexterity, tes Kraeplin, Pauli.
TES KEPRIBADIAN
Pengertian Kepribadian
Dalam istilah sehari-hari, istilah personality sering dipakai untuk
menjelaskan suatu kepribadian yang spesifik pada seseorang. Namun dari sudut
pandang psikologi, pada umumnya kepribadian diartikan sebagai suatu konsep yang
umum, dan dapat diterapkan pada setiap orang. Banyak pengertian yang
disampaikan namun tidak ada yang dapat diterima secara universal. Salah satu
batasan yang telah ada sejak beberapa waktu adalah yang dikemukakan oelh
Allport yaitu : kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis, yang berada
dallam diri individu, dari sistem psikofisik yang menciptakan pola
karakteristik individu dalam berperilaku, berpikir dan merasakan. Para ahli psikologi berpendapat bahwa batasan yang
dikemukakan Allport sudah mencakup banyak hal, sehingga banyak yang menerima
dan sering digunakan.
Alat Ukur Kperibadian
“Tes Kepribadian” merupakan suatu alat ukur yang disusun untuk
mengungkapkan kepribadian seseorang. Sebagaimana alat ukur psikologis lainnya,
tes kepribadian dalam penyusunannya mendasarkan pada suatu teori tertentu dalam
melihat kepribadian. Namun perlu diketahui bahwa ada banyak pandangan atau teori
yang mencoba menjelaskan tentang kepribadian, oleh karena itu cara mengukur
kepribadian pun tidak sama. Selain itu untuk menggunakan suatu alat ukur
kepribadian perlu melihat landasan teoritisnya, sehingga dapat menggunakan alat
tersebut dengan tepat.
Ada
banyak alat tes yang disusun untuk mengungkap kepribadian, namun demikian
secara garis besar dapat dikelompokkan berdasar :
Proyektif
- Teknik pengungkapannya
Non Proyektif
Verbal
- Bentuk alat
Non verbal
Tes kepribadian yang
menggunakan teknik proyektif sering disebut dalam bahasa sehari-hari sebagai
Tes Proyektif.
Tes Proyektif
Disebut demikian karena ingin
mengungkapkan kondisi kepribadian melalui proyeksi. Proyeksi merupakan suatu
proses pelampiasan dorongan, perasaan dan sentimen seseorang keluar melalui
suatu media sebagai suatu mekanisme pertahanan diri, dimana proses tersebut
terjadi tanpa disadari oleh yang bersnagkutan. Adapun tes proyektif adalah alat
ukur kepribadian yang mengungkap kepribadian menggunakan media atau materi sebagai
tempat untuk memproyeksikan dorongan, perasaan ataupun sentimen seseorang.
Syarat-syarat Teknik Proyektif
Untuk dapat disebut
menggunakan teknik proyektif, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
media alat ukur, yaitu :
1. Mempunyai media khusus untuk
proyeksi
2. Mempunyai sifat polivalensi
alat banyak mengandung nilai
3. rangsangnya bersifat
unstructured
4. pendekatan yang holistic
5. Disguese testing
Macam-macam Tes Proyektif
Secara garis besar tes proyektif dapat dipilah
menjadi dua macam yaitu yang berbentuk verbal dan non verbal.
a. Tes proyektif verbal, yaitu
tes proyektif yang materinya maupun reaksi subyek dan instruksinya menggunakan
bahasa, sehingga dalam tes ini dituntut suatu kemampuan bahasa. Konsekuensi dari tuntutan ini adalah
membatasi penggunaan tes. Contoh tes proyektif verbal adalah SSCT dan EPPS.
b. Tes proyektif non verbal,
yaitu tes proyektif yang memakai bahasa hanya isntruksinya saja. Kemampuan
bahasa subyek didalam mereaksi rangsang yang disajikan tidak dituntut. Oleh
karena itu tes jenis ini lebih luas penggunaannya, karena dapat dikenakan pada
hampir setiap orang. Contoh dari tes proyektif non verbal adalah : TAT,
Rorschach, tes Wartegg, Baum, DAM, HTP.
Rorschach / Tes Ro
Merupakan tes proyektif yang
paling populer. Dikembangkan oleh Hermann Rorschach. Tes Ro menggunakan bercak
tinta untuk alat bantu diagnosis kepribadian secara menyeluruh. Tes ini pertama
kali diterbitkan pada tahun 1921.
Materi terdiri dari 10 buah
kartu, 5 kartu diantaranya berwarna dan lainnya hitam putih. Langkah yang
dilakukan untuk interprestasi adalah melalui scoring. Skoring didasarkan pada
pengelompokkan jawaban subyek dan dipilah menjadi 3 kategori utama, yaitu : (a)
lokasi (bagian bercak mana yang digunakan untuk membuat jawaban), (b)
determinan (bagaimana seseorang melihat bercak), dan (c) content (apa isi
jawabannya).
TAT
Thematic Apperception Test
merupakan salah satu bentuk tes kepribadian yang menggunakan teknik proyektif.
Tes ini disusun oleh Henry A. Murray dan pertama kali diterbitkan pada tahun
1935.
Materinya berupa kartu yang
bergambar sebanyak 19 kartu dan 1 kartu kosong. Yang diungkap oleh tes ini
adalah inner world seseorang yaitu : motif, kesadaran dan ketidaksadarannya.
Tes Wartegg
Merupakan tes yang disusun
oleh Ehrig Wartegg, menggunakan pendekatan psikologi gestalt. Pengertian
kepribadian diartikan dalam segi praktis yaitu bagaimana kepribadian itu
berfungsi atau bekerja dalam diri individu.
Ada empat fungsi dasar menurut
Wartegg, yang dimiliki oleh manusia dengan intensitas yang berbeda-beda.
Keempat fungsi dasar tersebut adalah : emosi, imajinasi, intelek dan aktivitas.
Dalam menginterprestasikan te
Wartegg ada dua pendekatan yang dapat digunakan yaitu :
1. Pendekatan dari Wartegg,
dimana dalam interprestasi secara kualitatif.
2. Pendekatan menurut Kinget,
dalam melakukan interprestasi melalui cara kuantitaf dan kualitatif.
Secara umum dalam melakukan interprestasi adalah
berdasarkan pada :
a. Contect (isi), yaitu
berdasarkan jenis gambar yang dibuat oleh subyek.
b. Execution, yaitu berdasarkan
pada bagaimana subyek menggambar.
Tes Grafis
Pada umumnya tes ini terdiri dari 3 buah tugas,
yaitu :
a.
Gambar orang (DAP)
b.
Gambar pohon (tree test)
c. Gambar rumah, pohon dan
orang (HTP)
Tes ini memberi kemungkinan testi menampilkan
ekspresi bebas dalam bentuk gambar sesuai dengan yang ditugaskan. Prinsip tes
ini adalah menggambarkan sesuatu obyek yang sangat dekat dengan dirinya, namun
dibatasi dengan kaidah yang tidak terlalu mengikat. Sebagai alat asesmen
kepribadian, tes grafis dapat digunakan untuk testi usia mudah sampai usia
dewasa dan layak untuk mengetesan pribadi, seleksi maupun konseling. Melalui
tes ini dapat diperoleh gambaran tentang “self image” dna “ideal self image”.
Tes Non Proyektif
Tes kepribadian ini sering
disebut sebagai tes yang bersifat obyektif. Pada umumnya berbentuk inventori.
Dari segi penyelenggaraannya mudah dan praktis karena bisa digunakan secara
klasikal. Pemberian “nilai”nya jelas karena bersifat obyektif. Kelemahannya
banyak terjadi faking dan malingering.
Macam-macam Tes Non Proyektif
Pada umumnya alat kepribadian
yang tidak menggunakan teknik proyektif menggunakan bentuk inventori. Pada
jenis yang berbentuk inventori ini antara
lain :
1.
Sixteen PF (Sixteen Personality Factors)
2.
NSQ (Neurotic Scale Questionaire)
3.
MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory)
4.
CAQ (Clinical Analysis Inventory)
5.
CPI (California Personality Inventory)
6.
EPPS (Edwads Personal Preferrence
Schedule)
Sixteen Persomality Factors Questionaire
Suatu alat untuk mengungkap kepribadian yang disusun oleh Raymond B. Cattel
dijelaskan oleg Cattel bahwa 16 PF adalah suatu skala yang merupakan rangkaian
dari 16 kuesioner dan bersifat mulltidimensional. Meskipun masing-masing
kueionernya besifat mandiri, namun skala tersebut disatukan dalam satu bentuk
instrumen. 16 PF dirancang sebagai alat ukur yang bersifat praktis dalam
penyelenggaraannya.
16 PF mempunyai 5 macam bentuk yaitu : A, B, C, D dan E, tes ini dapat
dikenakan untuk mereka yang telah berusia 16 tahun ke atas. Bentuk A dan B
untuk praktek klinis (187 item). Bentuk C dan D dirancang untuk umum (105
item), sedangkan bentuk E untuk mereka
yang tingkat pendidikan dan atau kemampuan bacanya rendah.
Tes ini mengungkap 16 skala kepribadian : 1) Skala A (mengukur taraf
hubungan sosial), 20 Skala B (mengukur kecerdikan individu), 3) Skala C
(mengukur kekuatan ego), 4) Skala E (mengukur dominasi) 5) Skala F (mengukur
impulsivitas seseorang), 6) Skala G (mengukur konformitas), 7) Skala H
(mengukur keberanian), 8) Skala I (mengukur sensitivitas emosi), 9) Skala L
(mengukur taraf kecurigaan seseorang), 10) Skala M (mengukur imajinasi), 11)
Skala N (mengukur taraf ketajaman berpikir), 12) Skala O (mengukur
kecenderungan rasa bersalah), 13) Skala Q1 (mengukur sikap menentang /
melawan), 14) Skala Q2 (mengukur taraf kecukupan diri), 15) Skala Q3 (mengukur
kemampuan mengatasi kecemasan), 16) Skala Q4 (mengukur taraf ketegangan
individu).
MMPI
Minnesota Multiphasic Personality Inventory, disusun untuk mengungkap
karakteristik umum dari abnormalitas/ketidakmampuan psikologis. Berbentuk
inventori, terdiri dari 550 pertanyaan affirmative denngan pilihan respons
benar, salah atau tidak dapat mengatakan. Dikenakan untuk individu yang berusia
16 tahun ke atas.
Pernyataan item meliputi : kesehatan, simtom psikosomatis, gangguan
neurologis, gangguan motorik, seksual, religius, politik, sikap social,
pendidikan, pekerjaan, keluarga dan perkawinan, serta manifestasi perilaku
neurotik atau psikotik seperti obsesif kompulsif, delusi, halusinasi, fobia,
sadistic dan masochis.
Neurotic Scale Questionaire (NSQ)
Disusun oleh Ivan H. Scheier dan R.B. Cattell. Merupakan salah satu
kepribadian yang berbentuk inventori. Yang diungkap dalam tes ini adalah ;
kecenderunngan neurotik dan tinngkat neurotiknya.
NSQ dapat dikenakan pada seseorang yang telah berusia remaja/dewasa NSQ
terdiri dari 4 faktor yang mengacu pada 16 PF, yaitu :
1.
Faktor l
2.
faktor Faktor
3.
faktor E
4.
faktor An yang merupakan kombinasi dari
factor o, Q4 dan C
Tes ini paling sesuai dipergunakan untuk asseamen klinis, tetapi dengan
pertimbangan yang cermat dapat pula digunakan untk kepentingan lain. Jumlah
item 40 buah yang menggambarkan keempat factor di atas.
Clinical Analysis Questionaire (CAQ)
Tes ini merupakan pengembangan penggunaan 16 PF yang disesuaikan untuk
kepentingan asesmen klinis. Dari 16 PF aspek linis selanjutnya ditambah lagi
dengan 12 faktor lain yang terbentuklah CAQ ini.
Tes ini layak digunakan untuk
usia remaja sampai dengan dewasa, dan akan menggambarkan kondisi klinis
seseorang.
Sach Sentence Completion Test (SSCT)
Tes yang dikembangkan oleh David Sach ini sebenarnya belum bisa
diklasifikasikan sebagai tes tetapi lebih tepat dikatakan sebagai pra-test.
Item-itemnya berjumlah 60, berbentuk kalimat belum selesai dan harus
diselesaikan oleh testi, dan dari respon testi akan dapat diketahui adanya
hambatan social dari individu dengan “agents of relation” nya yaitu kelompok
atau situasi yang memiliki relasi dengan kehidupan individu.
Ada 15 agents of relation, yaitu :
1.
Ibu
2.
Ayah
3.
Kehidupan keluarga
4.
Wanita
5.
Hubungan heteroseksual
6.
Teman dan kenalan
7.
Pimpinan/atasan
8.
Bawahan
|
9.
Bawahan
10. Teman sekerja
11. Ketakutan-ketakutan
12. Rasa bersalah
13. Kemampuan diri sendiri
14. Masa lalu
15. Masa depan
16. Cita-cita
|
Edwards Personal Prefference Schedule
(EPPS)
Tes ini terdiri dari 225 item, masing-masing terdiri dari 2 pernyataan (A
dan B). Subjek diminta memilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan
dirinya. bisa disajikan secara individual/klasikal, dengan waktu 40-60 mnt
bersifat power test.
Berdasarkan pada teori “need” dari Murray,
EPPS memmuat 15 needs sebagai gambaran atau kecenderungan kepribadian manusia.
Needs-needs yang diukur : achievement, difference (menyuruh orang lain
memutuskan sesuatu bagi dirinya), order (teratur, rapi dan terencana),
exhibition (menjdi pusat perhatian), autonomy, affiliation, intraception
(memahami perasaan orang lain), succorance (menerima bantuan & afeksi prang
lain), dominance, abasement (perasaan bersalah), nurturance (dermawan), ghange,
endurance (tekun dalam tugas), heterosexuality (bergaul bebas denngan lawan
jenis), aggression.
Untuk dapat memanfaatkan hasil bagi kepentingan seleksi, perlu perlakuan
yang ekstra hati-hati, mengingat adanya sifat Ipsative yaitu hasil tes ini pada
diri seseorang tidak dapat dibandingkan denngan hasil tes orang lain.
TES MINAT
Pengantar
Pada dasarnya para ahli psikologi sepakat bahwa minat dipandang sebagai
aspek non kognitif yang sama sekali berbeda dengan aspek kodnitif. Sebagai
konsekuensinya, untuk mengetahui minat seseoranng digunakan instrumen (yang
antara lain berupa tes) yang harus tidak mengungkap aspek kognitif – yang
biasanya disebut dengan kemampuan.
Sejarah tes minat pada tahun 1921 dengan diterbitkannya tes minat yang
pertama, yakni Carnegie Interest Inventory. Dalam skala internasional, tes
minat yang paling banyak digunakan sampai saat ini adalah :
1.
Strong Vocational Interest Blank (SVIB)
yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1927; sekarang terkenal dengan nama
Strong-Campbell Interest Inventory – SCII.
2.
KUDER Preference Survey (KPS) yang
pertama kali dipublikasikan pada tahun 1939.
Sampai dengan sekarang kurang lebih terdapat 80
tes minat.
Penerapan Tes Minat
Pada umumnya hasil tes minat
digunakan dalam 4 bidang terapan, yaitu konseling karier bagi siswa sekolah
lanjutan, konseling pekerjaan bagi karyawan, penjurusan siswa sekolah lanjutan
atau mahasiswa, dan perencanaan bacaan dalam pendidikan dan latihan. Perlu
dicatat bahwa berdasarkan pengamatan jarang ditemui suatu hasil tes minat
digunakan secara eksklusif denngan mengabaikan hasil pengukuran terhadap aspek
kognitif dan aspek non kognitif yang lain, yaitu tes intelegensi, tes bakat
ataupun tes kepribadian.
Berikut ke-4
bidang penerapan tersebut :
1. Konseling karier
Hasil tes minat digunakan dalam konseling karier untuk
siswa-siswa sekolah, khususnya sekolah umum (SMU) pada tahun-tahun pertama
mereka menginjakkan kaki di bangku sekolah. Walaupun demikian hasil tes minat
dapat digunakan untuk siswa sekolah kejuruan yang merencanakan untuk segera
bekerja setelah lulus. Selain itu konselinng karier dapat digunakan bagi
orang-orang putus sekolah lanjutan yang sedanng mencari pekerjaan yang cocok
dalam waktu dekat.
Kegunaan hasil tes minat bagi siswa SMA adalah untuk
menunjukkan bidang-bidang pekerjaan secara umum dan luas agar mereka segera
mempersempit barbagai alternatif bidang pekerjaan dan memfokuskan diri pada
beberapa bidang yang jelas.
2.
Konseling Pekerjaan
Hasil tes minat digunakan dalam konseling pekerjaan
untuk karyawan-karyawan yang telah bekerja dalam perusahaan atau bidang
pekerjaan lain. Dalam hal ini fungsi tes minat adalah untuk mencek konsistensi
antara tugas pekerjaan yang telah (terlanjur) dijalani dengan pilihan pekerjaan
yang disukai. Persoalan yang kerap muncul adalah ketidakcocokan antara
keduanya. Seorang karyawan yang telah bekerja merasa tidak menyukai pekerjaan
yang diberikan kepadanya. Tentu saja hal ini akan berakibat buruk pada karier
pekerjaan selanjutnya.
Tes minat dapat segera dikenakan kepada karyawan yang
mulai menunjukkan perasaan bosan dengan pekerjaannya agar dia dapat dipindahkan
ke bidang pekerjaan lain yang lebih cocok baginya. Selain itu tes minat dapat
digunakan dalam rangka peningkatan efisiensi perusahaan dan kepuasan kerja dan
karyawan.
3.
Perencaan Bacaan Pendidikan
Buku-buku bacaan di sekolah-sekolah (SD, SMP dan SMA)
dan perguruan tinggi kadang-kadang tidak disukai oleh para siswa dan mahasiswa
karena dipandang tidak relevan atau tidak sesuai dengan bidang minatnya. Dalam
sistem pendidikan klasikal, tes minat dapat dimanfaat untuk mengetahui materi
bacaan yang tepat bagi siswa agar prestasi mereka juga meningkat. Dengan kata
lain tes minat berfungsi untuk memilih jenis-jenis bacaan yang disukai oleh
mayoritas siswa.
Dalam skala yang lebih besar hasil tes minat dapat
diterapkan untuk perencanaan pemilihan dan penerbitan buku-buku bacaan yang
lebih disukai oleh siswa pada suatu daerah / propinsi tertentu. Tentu saja jika
hal ini dilakukan dengan cara pemilihan sample yang tepat dan representatif.
Perencanaan buku-buku bacaan yang tepat diharapkan mampu mengenalkan
bidang-bidang pekerjaan yang tersedia di suatu daerah secara dini terhadap
siswa-siswa sekolah khususnya siswa sekolah dasar dan siswa lanjutan.
4.
Penjurusan
Pada prinsipnya penjurusan siswa di sekolah lanjutan
merupakan penempatan siswa pada jurusan-jurusan atau program-program studi yang
tersedia. Dengan demikian pertama-tama siswa sudah diterima pada suatu jenjang
sekolah tertentu-misalnya melalui sistem seleksi dengan menggunakan tes
inteligensi dan tes bakat. Barulah kemudian dilakukan pengukuran terhadap
minatnya untuk menempatkan setiap siswa pada suatu jurusan atau program studi
yang tepat berdasarkan hasil pengukuran tadi.
Macam tes minat yang digunakan tergantung dari
keluasaan jurusan atau program studi yang tersedia. Jika jurusan atau program
studi terbatasa, misalnya 2-3 saja, maka sebaiknya kita tidak menggunakan tes
minat yang mengukur minat seseorang secara luas. Lebih tepat jika kita hanya
menggunakan suatu tes minat yang sesuai dengan jurusan atau program studi yang
benar-benar ada. Hal ini dipandang
efisien, karena siswa tidak perlu mengerjakan semua item pada semua bagian tes,
tetapi cukup mengerjakan item dan bagian tes yang relevan. Contoh strategi
seperti ini adalah pada penempatan siswa-siswa STM yang memiliki 3 jurusan,
yaitu mesin, elektro dan bangunan.
Macam-macam Tes Minat
Terdapat 5 macam tes minat
yang dipandang memiliki prospek penggunaan yang cerah, yaitu :
1. SVIB
Pada SVIB edisi tahun 1966 terdapat 399 item yang
mengukur 54 macam pekerjaan untuk pria. Bentuk yang lain digunakan khusus untuk
32 macam pekerjaan untuk wanita. Skor
standar digunakan dengan mean 50 dna SD 10 (T score sistem)
Ada
macam-macam kriteria, setiap kriteria dikontruksi dari 300 subyek. Reliabilitas
genap-gasal dan test-retest jangka pendek bergerak dari 0,80 sampai 0,90.
Tes-tes jangka panjang adalah 0,60. prediktor yang tepat adalah kepuasan kerja.
Yang hebat,
minat ternyata bertahan sampai 22 tahun. Hal ini diteliti antara lain pada
mahasiswa kedokteran, ternyata minat mereka tetap tinggi se bekerja lama
sebagai dokter (penelitian ini dilakukan di Stanford University).
2. SCII
Ini dibuat
untuk mengatasi kelemahan SVIB. Bentuk untuk pria yang terpisah dari wanita
disatukan dalam SCII. Studi yang impresif dilakukan untuk 437 macam pekerjaan.
Ini merupakan penyatuan dari teori Holland yang digunakan sebagai dasar SCII.
Terdapat 6 faktor kepribadian yang berkaitan dengan minat :
- Realistik
- Investigative
- Artistic
- Social
- Enterprising
- Konvesional
Lebih jauh pada SCII hal itu
diterjemahkan menjadi :
- Pekerjaan : 131 item (contoh item : aktris, pengacara, sekretaris)
- Subyek sekolah : 36 item (contoh : aljabar, ekonomi)
- Aktivitas : 51 item (contoh item : memasak, operasi)
- Hiburan : 39 item (contoh item : memancing, tinju)
- Tipe orang : 24 item (contoh item : perwira militer, penari)
- Preferensi antara 2 aktivitas : 30 item (contoh item : jadi pilot atau petugas biro pekerjaan).
- Karakteristik anda : 14 item (contoh item : sabar ketika mengajar).
3. Tes Kuder
Tes ini menyajikan 10 macam kelompok / bidang
pekerjaan yang luas yaitu : lapangan (outdoor), mekanik, kumputasi, ilmiah
(scientific), persuasif, artistic, sastra, musik, pelayanan sosial, dan klerk
(sekretaris / kantoran).
Selain 10 bidang bidang pekerjaan juga terdapat
subskala, yaitu verifikasi, yang bukan merupakan pengukur minat pekerjaan.
Verifikasi dimaksudkan oleh penyusunnya sebagai cek kejujuran dan kecermatan
dalam memberikan jawaban. Hal ini dapat dipahami mengingat tes ini tidak
mengukur kemampuan kognitif (atau sering juga sebagai kemampuan intelektif),
tetapi mengukur minat yang merupakan salah satu kemampuan kelemahan yang sukar
dihindari. Kelemahan itu adalah kemungkinan subyek untuk memberikan jawaban
yang sebenarnya tidak cocok dengan keadaan dirinya, tetapi merupakan jawaban
yang dikehendaki oleh orang lain. Orang lain itu dapat saja sebagai sarjana
psikologi yang melakukan tes, pihak yang menggunakan jasa psikologi atau
masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu fungsi subskala verifikasi dipandang
penting untuk mengetahui apakah subyek telah memilih jawaban dengan jujur.
|
LANJUTAN
HANDOUT
PSIKODIAGNOSTIK
Penyusun:
Rr Amanda Pasca Rini,
SPsi, Msi, Psikolog
Dyan Evita Santi,
SPsi, MSi
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SURABAYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar