CHILD REARING
1. Pengertian
Child-rearing
dalam pengertian umum merupakan proses yang dilakukan orang tua dalam membesarkan
anak (WikiAnswer, 2010). Lebih lanjut, child-rearing merupakan serangkaian
proses menumbuhkembangkan anak serta interaksi antara orangtua dengan anak,
berbeda dari pengasuhan yang lebih menekankan pada tanggungjawab dan kualitas
dari perilaku orangtua (Mondofacto Corporation, 1998). Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan antara child-rearing dengan parenting yang dalam penggunaannya
seringkali tertukar. Dalam beberapa jurnal dan buku yang dijadikan referensi,
child-rearing tidak memiliki bangunan teori terstruktur namun lebih kepada
sebuah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan aktivitas dalam membesarkan
anak, perbedaan dalam mendefinisikan childrearing akan dibahas lebih lanjut
pada bagian berikutnya.
Childrearing
sebagai keseluruhan perilaku yang dilakukan dalam membesarkan anak, termasuk
keseluruhan perawatan anak dari pemenuhan kebutuhan dasar hingga melindungi
hak-hak anak (WikiAnswer, 2010). Pada penelitian ini, batasan pengertian child-rearing
akan merujuk pada pengertian menurut Sears dkk.(1957) yaitu child-rearing
bukanlah sebuah terminologi yang dapat diukur secara tepat dan signifikan,
namun child-rearing secara umum mencakup seluruh interaksi antara orangtua dan anaknya.
Interaksi orangtua dan anaknya ini melingkupi ekspresi perilaku orangtua,
nilai-nilai yang dianut, serta kepercayaankepercayaan mengenai perawatan anak
dan training perilaku.
2. Aspek-Aspek dalam Child-rearing
Terdapat
beragam aspek yang dapat menjadi indikator untuk mengetahui child-rearing.
Dalam konteks kebudayaan, setiap peneliti dapat mengembangkan aspek-aspek
tersendiriuntuk mengetahui child-rearing dengan kontekstualisasi wilayah penelitian.
Dalam
penelitian child-rearing pada komunitas Guatemalan Ladino (Gonzalez, 1963)
aspek yang diukur adalah aktivitas menyusui, penyapihan, serta pengaturan pola
makan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh LeVine dan LeVine (dalam Whiting,
1963), child-rearing terbagi atas beberapa aspek yaitu :
1. Weaning
(Penyapihan)
Penyapihan
(weaning) merupakan salah satu proses perubahan dramatis yang dialami anak ketika
berusia dua sampai tiga tahun. Pada masa ini secara bertahap anak tidak lagi
disusui oleh ibunya. Penyapihan biasanya berlangsung selama dua bulan dengan
menggunakan berbagai metode seperti membubuhkan makanan yang pahit pada ujung
payudara ibu maupun membiarkan anak tinggal dengan sanak saudara yang berbeda
tempat tinggal. Penyapihan ini biasanya dilakukan ketika ibu telah mengandung
anak lagi serta dikuti dengan pemberian makanan padat pada anak.
2. Toilet
training dan Responsibility (Toilet Training dan tanggung jawab)
Tujuan
toilet training yaitu mengajarkan anak dapat membuang air besar di kamar mandi
serta mampu mengontrol buang air kecil pada rata-rata usia 25 bulan. Sedangkan
untuk melatih tanggung jawab, pada usia antara 18 bulan hingga 3 tahun anak
akan diberikan hukuman ketika berperilaku manja yang penuh ketergantungan serta
awal mula berkembangnya perilaku dalam menyelesaikan tugas-tugas sederhana.
3. Status
of the child (Status anak)
Pada
masa ini, anak akan diajarkan bagaimana berperilaku yang sepantasnya. meskipun
banyak pola perilaku yang kurang tepat, toleransi sering diberikan oleh orang
dewasa pada anak. Hal ini terus menerus diajarkan pada masa kanak-kanak.
4. Sleeping
and eating (Tidur dan Makan)
Anak
juga akan diajarkan mengenai pola tidur dan makan. Anak pada umumnya memiliki
waktu tidur lebih awal dari orang dewasa akan digendong oleh ibunya hingga
terlelap tidur. Pada anak-anak usia muda pun biasanya akan tidur bersama
orangtua. Sedangkan terkait dengan pola makan, anak akan diajari untuk dapat
makan dengan tidak disuap serta menyesuaikan dengan pola waktu makan orang
dewasa pada umumnya.
5. Cleanliness
and Clothing (Kebersihan dan Berpakaian)
Pada
tahap ini, anak akan diajari cara memelihara kebersihan terutama kebersihan
tubuh. Ibu akan mengajari anak untuk mandi dan mengenal masing-masing bagian
serta membersihkan anggota tubuhnya sendiri. Hal lain adalah mencuci tangan
sebelum makan. Selain itu anak akan diajari cara berpakaian sendiri pada usia 2
hingga 5 tahun.
6. Relationship
to mother and father (Hubungan dengan ibu dan ayah)
Dalam
budaya Nyangso, ibu memiliki tanggung jawab untuk merawat serta melatih anak
segala sesuatu yang perlu diajarkan. Ini menyebabkan kedekatan yang lebih erat
antara ibu dan anak. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu memberikan tugas
pada anak, mengingatkan anak akan kewajibannya, menasehati maupun menghukum
anak ketika anak melakukan kesalahan. Sedangkan ayah, tidak memiliki peran
signifikan dalam pengasuhan karena memiliki tugas untuk mencari nafkah.
7. Techniques
of socialization (Teknik Sosialisasi)
Pengontrolan
perilaku anak biasanya dilakukan dengan menakut-nakuti anak. Setiap kebudayaan
biasanya memiliki kepercayaan akan dunia supranatural tersendiri, sehingga
objek untuk menakuti anak akan berbeda-beda. Pada tahap ini pula diterapkan
cara menghukum anak.
8. Relation
to sibling and peers (Hubungan dengan saudara kandung dan teman sebaya)
Cara
anak berelasi dengan saudara maupun teman sebaya merupakan hal penting. Melalui
ini, anak dapat belajar serta mengembangkan kemampuan bahasanya juga cara
berperilaku. Di dalam relasi ini, terdapat pertukaran nilai sehingga orang tua
perlu mengawasi anak dengan baik.
9. Activities
of Children group (Aktivitas dalam kelompok anak)
Aktivitas
utama dalam kelompok anak-anak adalah bermain bersama. Biasanya aktivitas
bermain ini dilakukan secara berkelompok dengan komposisi acak. Aspek
sosioemosional pada anak dapat dikembangkan melalui permainan.
10. The
control of aggression (Pengontrolan Agresifitas)
Kontrol
orang tua, baik penerapan maupun penghindaran merupakan faktor penting dalam
mengendalikan agresifitas dan pola perilaku seksual anak. Para
ibu biasanya berusaha untuk meminimalkan perilaku agresif anak dan melindungi
anak dari tindakan agresivitas orang lain.
11. The
control of sexual behavior (Pengontrolan perilaku seksual)
Dalam
mengawasi perilaku seksual anak, orangtua perlu bertindak waspada. Hal ini
penting untuk memberikan pengetahuan seksual kepada anak. Misalnya mengenai
masturbasi ataupun ketika bermain bersama teman yang berbeda jenis kelamin.
12. Relationship
to other adults (Hubungan dengan orang dewasa)
Relasi
anak terhadap orang dewasa terpola melalui cara mereka berelasi dengan kedua
orangtuanya. Pada umumnya anak akan menghargai semua orang yang berusia tidak
jauh berbeda dengan orangtuanya serta cenderung untuk taat. Misalnya saja cara
anak berperilaku ketika bersama kakek maupun nenek.
13. Training
in obedience, responsibility and skill. (Pelatihan ketaatan, tanggung jawab dan
keahlian)
Anggapan
bahwa anak yang baik adalah anak yang menuruti seluruh keinginan orangtua tanpa
mempertanyakannya kembali. Sedang tanggungjawab diajarkan melalui
pemberiankepercayaan orangtua pada anak dalammengemban satu tugas ataupun benda
tertentu. Anak pun akan dibiasakan untuk mampu mengusai kemampuan tertentu.
Dalam
New scales for the child-rearing practices Q-short yang disusun oleh Roberts
(2008), child-rearing terbagi atas 7 aspek yakni :
1. Conflict
with child (Konflik dengan anak)
Aspek
ini diukur melalui intensitas orang tua memarahi anak, santai tidaknya hubungan
orangtua anak, serta bentuk penyelesaian yang baik setelah konflik antara
orangtua dengan anak.
2. Open
communication (Keterbukaan dalam komunikasi)
Aspek
ini diungkap melalui penghargaan orangtua terhadap pendapat anak juga mendukung
anak dalam mengekspresikannya, keterbukaan dalam membiarkan anak marah pada
orangtua, memberikan dorongan anak untuk dapat menceritakan permasalahan yang
yang dihadapi serta membiarkan anak untuk dapat mempertanyakan keputusan yang
telah ditetapkan oleh orangtua.
3. Warmth
(Kehangatan)
Aspek
ini diketahui dengan melihat ekspresi afeksi orangtua dalam melakukan kontak
fisik pada anak (memeluk, mencium dan memegang), interaksi orangtua dan anak
dalam bermain maupun berseda gurau, serta waktu intim keluarga secara
bersama-sama.
4. Protective/Worries
(Perlindungan)
Aspek
ini diekspresikan melalui pengawasan ketat pola makan serta makanan yang
dikonsumsi anak, pengawasan orang tua pada perkembangan anak, serta pengawasan
terhadap kesehatan anak.
5. Anxiety
Induction (Induksi Kecemasan)
Aspek
ini dapat diketahui melalui ajaran yang diberikan orangtua pada anak mengenai
hukuman yang akan dialami ketika anak melakukan hal buruk, harapan orangtua
agar anaknya dapat mensyukuri segala sesuatu yang ia miliki, keyakinan orangtua
bahwa anak harus mengetahui pengorbanan yang telah dilakukan orangtua, serta
mengontrol anak dengan memperingatkan anak bahwa akan terjadi hal-hal buruk
pada diri mereka.
6. Independence/Autonomy
(Kemandirian)
Aspek
ini dapat diketahui melalui kebebasan orangtua bagi anaknya untuk memutuskan
sesuatu, membiarkan anak untuk melakukan banyak hal ketika sedang bertumbuh
juga dalam mempelajari hal baru, dorongan bagi anak untuk mencari tahu,
menjelajah dan mempertanyakan segala sesuatu serta mendorong anak untuk dapat
mandiri.
7. Discourges
emotional expression (Ekspresi Emosi)
Aspek
ini dapat diketahui melalui penerimaan dan pengertian ketika anak merasa takut
ataupun sedih, orangtua mengajari anak untuk dapat mengontrol perasaannya dalam
setiap waktu, juga keyakinan orangtua bahwa sejak usia muda anak harus
diajarkan untuk tidak sering menangis. Selanjutnya, penelitian ini akan
menggunakan 13 aspek child-rearing menurut LeVine dan LeVine (dalam Whiting,
1963) sebagai acuan dalam obsevasi serta 7 aspek untuk mengukur child-rearing
menurut Roberts (2008) sebagai acuan dalam wawancara.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
child-rearing
Budaya
bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi child-rearing. Menurut Crouch
dan Behl (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi child-rearing antara lain :
budaya, karakteristik orangtua terkait dengan penggunaan hukuman fisik, status
ekonomi sosial, peristiwa hidup yang negatif, isolasi sosial, kesehatan mental
yang buruk, Kemiskinan, konflik pernikahan. Ditambah lagi, McAdoo (1993)
berpendapat bahwa child-rearing merupakan hasil dari interaksi budaya etnik,
pengalaman sosial, dan faktor lingkungan lainnya. Sedangkan menurut Wise dan
Sanson (2003) nilai dan perilaku budaya mempengaruhi nilainilai dalam child-rearing,
harapan-harapan dalam perkembangan dan orientasi emosi pengasuhan serta hasil
perkembangan dari pola child-rearing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar