Laman

Minggu, 01 Maret 2015

CHILD REARING



CHILD REARING
1. Pengertian
Child-rearing dalam pengertian umum merupakan proses yang dilakukan orang tua dalam membesarkan anak (WikiAnswer, 2010). Lebih lanjut, child-rearing merupakan serangkaian proses menumbuhkembangkan anak serta interaksi antara orangtua dengan anak, berbeda dari pengasuhan yang lebih menekankan pada tanggungjawab dan kualitas dari perilaku orangtua (Mondofacto Corporation, 1998). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara child-rearing dengan parenting yang dalam penggunaannya seringkali tertukar. Dalam beberapa jurnal dan buku yang dijadikan referensi, child-rearing tidak memiliki bangunan teori terstruktur namun lebih kepada sebuah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan aktivitas dalam membesarkan anak, perbedaan dalam mendefinisikan childrearing akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya.
Childrearing sebagai keseluruhan perilaku yang dilakukan dalam membesarkan anak, termasuk keseluruhan perawatan anak dari pemenuhan kebutuhan dasar hingga melindungi hak-hak anak (WikiAnswer, 2010). Pada penelitian ini, batasan pengertian child-rearing akan merujuk pada pengertian menurut Sears dkk.(1957) yaitu child-rearing bukanlah sebuah terminologi yang dapat diukur secara tepat dan signifikan, namun child-rearing secara umum mencakup seluruh interaksi antara orangtua dan anaknya. Interaksi orangtua dan anaknya ini melingkupi ekspresi perilaku orangtua, nilai-nilai yang dianut, serta kepercayaankepercayaan mengenai perawatan anak dan training perilaku.
2. Aspek-Aspek dalam Child-rearing
Terdapat beragam aspek yang dapat menjadi indikator untuk mengetahui child-rearing. Dalam konteks kebudayaan, setiap peneliti dapat mengembangkan aspek-aspek tersendiriuntuk mengetahui child-rearing dengan kontekstualisasi wilayah penelitian.
Dalam penelitian child-rearing pada komunitas Guatemalan Ladino (Gonzalez, 1963) aspek yang diukur adalah aktivitas menyusui, penyapihan, serta pengaturan pola makan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh LeVine dan LeVine (dalam Whiting, 1963), child-rearing terbagi atas beberapa aspek yaitu :
1.      Weaning (Penyapihan)
Penyapihan (weaning) merupakan salah satu proses perubahan dramatis yang dialami anak ketika berusia dua sampai tiga tahun. Pada masa ini secara bertahap anak tidak lagi disusui oleh ibunya. Penyapihan biasanya berlangsung selama dua bulan dengan menggunakan berbagai metode seperti membubuhkan makanan yang pahit pada ujung payudara ibu maupun membiarkan anak tinggal dengan sanak saudara yang berbeda tempat tinggal. Penyapihan ini biasanya dilakukan ketika ibu telah mengandung anak lagi serta dikuti dengan pemberian makanan padat pada anak.
2.      Toilet training dan Responsibility (Toilet Training dan tanggung jawab)
Tujuan toilet training yaitu mengajarkan anak dapat membuang air besar di kamar mandi serta mampu mengontrol buang air kecil pada rata-rata usia 25 bulan. Sedangkan untuk melatih tanggung jawab, pada usia antara 18 bulan hingga 3 tahun anak akan diberikan hukuman ketika berperilaku manja yang penuh ketergantungan serta awal mula berkembangnya perilaku dalam menyelesaikan tugas-tugas sederhana.
3.      Status of the child (Status anak)
Pada masa ini, anak akan diajarkan bagaimana berperilaku yang sepantasnya. meskipun banyak pola perilaku yang kurang tepat, toleransi sering diberikan oleh orang dewasa pada anak. Hal ini terus menerus diajarkan pada masa kanak-kanak.
4.      Sleeping and eating (Tidur dan Makan)
Anak juga akan diajarkan mengenai pola tidur dan makan. Anak pada umumnya memiliki waktu tidur lebih awal dari orang dewasa akan digendong oleh ibunya hingga terlelap tidur. Pada anak-anak usia muda pun biasanya akan tidur bersama orangtua. Sedangkan terkait dengan pola makan, anak akan diajari untuk dapat makan dengan tidak disuap serta menyesuaikan dengan pola waktu makan orang dewasa pada umumnya.
5.      Cleanliness and Clothing (Kebersihan dan Berpakaian)
Pada tahap ini, anak akan diajari cara memelihara kebersihan terutama kebersihan tubuh. Ibu akan mengajari anak untuk mandi dan mengenal masing-masing bagian serta membersihkan anggota tubuhnya sendiri. Hal lain adalah mencuci tangan sebelum makan. Selain itu anak akan diajari cara berpakaian sendiri pada usia 2 hingga 5 tahun.
6.      Relationship to mother and father (Hubungan dengan ibu dan ayah)
Dalam budaya Nyangso, ibu memiliki tanggung jawab untuk merawat serta melatih anak segala sesuatu yang perlu diajarkan. Ini menyebabkan kedekatan yang lebih erat antara ibu dan anak. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu memberikan tugas pada anak, mengingatkan anak akan kewajibannya, menasehati maupun menghukum anak ketika anak melakukan kesalahan. Sedangkan ayah, tidak memiliki peran signifikan dalam pengasuhan karena memiliki tugas untuk mencari nafkah.
7.      Techniques of socialization (Teknik Sosialisasi)
Pengontrolan perilaku anak biasanya dilakukan dengan menakut-nakuti anak. Setiap kebudayaan biasanya memiliki kepercayaan akan dunia supranatural tersendiri, sehingga objek untuk menakuti anak akan berbeda-beda. Pada tahap ini pula diterapkan cara menghukum anak. 
8.      Relation to sibling and peers (Hubungan dengan saudara kandung dan teman sebaya)
Cara anak berelasi dengan saudara maupun teman sebaya merupakan hal penting. Melalui ini, anak dapat belajar serta mengembangkan kemampuan bahasanya juga cara berperilaku. Di dalam relasi ini, terdapat pertukaran nilai sehingga orang tua perlu mengawasi anak dengan baik.
9.      Activities of Children group (Aktivitas dalam kelompok anak)
Aktivitas utama dalam kelompok anak-anak adalah bermain bersama. Biasanya aktivitas bermain ini dilakukan secara berkelompok dengan komposisi acak. Aspek sosioemosional pada anak dapat dikembangkan melalui permainan.
10.  The control of aggression (Pengontrolan Agresifitas)
Kontrol orang tua, baik penerapan maupun penghindaran merupakan faktor penting dalam mengendalikan agresifitas dan pola perilaku seksual anak. Para ibu biasanya berusaha untuk meminimalkan perilaku agresif anak dan melindungi anak dari tindakan agresivitas orang lain.
11.  The control of sexual behavior (Pengontrolan perilaku seksual)
Dalam mengawasi perilaku seksual anak, orangtua perlu bertindak waspada. Hal ini penting untuk memberikan pengetahuan seksual kepada anak. Misalnya mengenai masturbasi ataupun ketika bermain bersama teman yang berbeda jenis kelamin.
12.  Relationship to other adults (Hubungan dengan orang dewasa)
Relasi anak terhadap orang dewasa terpola melalui cara mereka berelasi dengan kedua orangtuanya. Pada umumnya anak akan menghargai semua orang yang berusia tidak jauh berbeda dengan orangtuanya serta cenderung untuk taat. Misalnya saja cara anak berperilaku ketika bersama kakek maupun nenek.
13.  Training in obedience, responsibility and skill. (Pelatihan ketaatan, tanggung jawab dan keahlian)
Anggapan bahwa anak yang baik adalah anak yang menuruti seluruh keinginan orangtua tanpa mempertanyakannya kembali. Sedang tanggungjawab diajarkan melalui pemberiankepercayaan orangtua pada anak dalammengemban satu tugas ataupun benda tertentu. Anak pun akan dibiasakan untuk mampu mengusai kemampuan tertentu.
Dalam New scales for the child-rearing practices Q-short yang disusun oleh Roberts (2008), child-rearing terbagi atas 7 aspek yakni :
1.      Conflict with child (Konflik dengan anak)
Aspek ini diukur melalui intensitas orang tua memarahi anak, santai tidaknya hubungan orangtua anak, serta bentuk penyelesaian yang baik setelah konflik antara orangtua dengan anak.
2.      Open communication (Keterbukaan dalam komunikasi)
Aspek ini diungkap melalui penghargaan orangtua terhadap pendapat anak juga mendukung anak dalam mengekspresikannya, keterbukaan dalam membiarkan anak marah pada orangtua, memberikan dorongan anak untuk dapat menceritakan permasalahan yang yang dihadapi serta membiarkan anak untuk dapat mempertanyakan keputusan yang telah ditetapkan oleh orangtua.
3.      Warmth (Kehangatan)
Aspek ini diketahui dengan melihat ekspresi afeksi orangtua dalam melakukan kontak fisik pada anak (memeluk, mencium dan memegang), interaksi orangtua dan anak dalam bermain maupun berseda gurau, serta waktu intim keluarga secara bersama-sama.
4.      Protective/Worries (Perlindungan)
Aspek ini diekspresikan melalui pengawasan ketat pola makan serta makanan yang dikonsumsi anak, pengawasan orang tua pada perkembangan anak, serta pengawasan terhadap kesehatan anak.
5.      Anxiety Induction (Induksi Kecemasan)
Aspek ini dapat diketahui melalui ajaran yang diberikan orangtua pada anak mengenai hukuman yang akan dialami ketika anak melakukan hal buruk, harapan orangtua agar anaknya dapat mensyukuri segala sesuatu yang ia miliki, keyakinan orangtua bahwa anak harus mengetahui pengorbanan yang telah dilakukan orangtua, serta mengontrol anak dengan memperingatkan anak bahwa akan terjadi hal-hal buruk pada diri mereka.
6.      Independence/Autonomy (Kemandirian)
Aspek ini dapat diketahui melalui kebebasan orangtua bagi anaknya untuk memutuskan sesuatu, membiarkan anak untuk melakukan banyak hal ketika sedang bertumbuh juga dalam mempelajari hal baru, dorongan bagi anak untuk mencari tahu, menjelajah dan mempertanyakan segala sesuatu serta mendorong anak untuk dapat mandiri.
7.      Discourges emotional expression (Ekspresi Emosi)
Aspek ini dapat diketahui melalui penerimaan dan pengertian ketika anak merasa takut ataupun sedih, orangtua mengajari anak untuk dapat mengontrol perasaannya dalam setiap waktu, juga keyakinan orangtua bahwa sejak usia muda anak harus diajarkan untuk tidak sering menangis. Selanjutnya, penelitian ini akan menggunakan 13 aspek child-rearing menurut LeVine dan LeVine (dalam Whiting, 1963) sebagai acuan dalam obsevasi serta 7 aspek untuk mengukur child-rearing menurut Roberts (2008) sebagai acuan dalam wawancara.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi child-rearing
Budaya bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi child-rearing. Menurut Crouch dan Behl (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi child-rearing antara lain : budaya, karakteristik orangtua terkait dengan penggunaan hukuman fisik, status ekonomi sosial, peristiwa hidup yang negatif, isolasi sosial, kesehatan mental yang buruk, Kemiskinan, konflik pernikahan. Ditambah lagi, McAdoo (1993) berpendapat bahwa child-rearing merupakan hasil dari interaksi budaya etnik, pengalaman sosial, dan faktor lingkungan lainnya. Sedangkan menurut Wise dan Sanson (2003) nilai dan perilaku budaya mempengaruhi nilainilai dalam child-rearing, harapan-harapan dalam perkembangan dan orientasi emosi pengasuhan serta hasil perkembangan dari pola child-rearing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar