BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sebagai seorang mahasiswa hendaknya
kita perlu tau tentang bagaimana budaya Islam masuk ke Indonesia. Islam masuk
ke Indonesia sudah tentu dengan jalan damai. Ada beberapa cara yaitu melalui
jalur perdagangan, perkawinan, tasawuf, pondok pesantren, dan seni budaya.
Diantara kelima cara Islam masuk ke Indonesia, yang menarik disini yaitu
masuknya Islam melalui jalur seni budaya. Tentu saja Islam masuk ke Indonesia
tidak mengambil begitu saja kebudayaan yang sudah berkembang di Indonesia.
Islam masuk ke Indonesia melalui pengadobsian budaya-budaya yang sudah ada di
Indonesia, budaya-budaya tersebut yaitu kebudayaan Hindu dan Budha dan
kebudayaan dari Jawa. Islam menyebarkan pengaruhnya ke Indonesia tidak langsung
menggunakan budaya-budaya dari arab, tetapi Islam masuk ke Indonesia yang
penyebarannya dilakukan dengan jalan akulturasi budaya. Akulturasi budaya ini
yaitu antara budaya yang sedang berlangsung pada saat itu, yaitu budaya Hindu
Budha dan kebudayaaan Jawa.
Islam menyebarkan agama dengan jalan
akulturasi budaya, sehingga Islam bisa diterima baik oleh masyarakat di
Indonesia. Islam disini mengajarkan suatu peradaban baru bagi bangsa Indonesia,
yang sebelumnya bangsa Indonesia telah memeluk agama Hindu dan Budha. Dengan
akulturasi kebudayaan ini, diharapkan oleh para penyebar agana islam bahwa
Islam bisa menyatu dengan masyarakat setempat. Sehingga disini menariklah kalau
kita akan membahas tentang pengaruh kebudayaan Jawa terhadap kebudayaan Islam
di Indonesia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat timbul
suatu permasalahan antara lain:
1.
Bagaimana pengaruh jawa terhadap kebudayaan islam?
2.
Bagaimanakah
bentuk-bentuk akulturasi antara kebuadaayan Jawa terhadap kebudayaan Islam?
C.
TUJUAN
1.
Mempelajari
agama dan kebudayaan Islam yang masuk ke Indonesia.
2.
Mengetahui
dan memahami berbagai bentuk akulturasi yang ditimbulkan oleh pengaruh-pengaruh
kebudayaan jawa dan kebudayaan islam bagi kelngsungan agama Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Situasi Serta
Kondisi Sosial Budaya Masa kedatangan Islam
Di Indonesia pada masa kedatangan
dan penyebaran Islam terdapat aneka ragam kebudayaan, suku bangsa, organisasi
pemerintahan, struktur ekonomi dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang
bertempat tinggal dipedalaman kebanyakan belum mengalami percampuran
jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, misalnya saja dari India, Persia, Arab
dan Eropa. Sedangkan penduduk Indonesia yang tinggal dipesisir menunjukkan
cirri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang dibandingkan dengan
masyarakat yang tinggal dipedalaman. Selama berabad abad bangsa Indonesia
mendapat pengaruh dari India, terutama kerajaaan kerajaan besar yang menrima
pengaruh Hindu dan Budha, tetapi pengaruh tersebut hanya diterima oleh sebagian
masyarakat saja dan penghalus semata-mata. Oleh karena itulah sudut kebudayaan,
istilah Indonesia-Hindu mungkin lebih tepat untuk menyebut masyarakat
kerajaan-kerajaan yang mendapat pengaruh dari India.
Semenjak kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia mengalami kekacauan, banyak
pedagang-pedagang muslim yang sudah ramai mengunjungi Nusantara, diantara
mereka mungkin juga terdapat para mubalig. Mereka juga berdiam dalam
perkampungan-perkampungan. Tentu saja di antara mereka juga terdapat orang kaya
dan orang muslim tersebut menerima dan juga memakai bahasa penduduk setempat.
Mereka juga menerima adat kebudayaan setempat, melakukan perkawinan dengan
wanita-wanita setempat yang mereka Islam-kan.[1]
Untuk kepentingan pribadi, mereka mencari budak-budak dan budak-budak tersebut
menjadi muslim. Dengan cara ini maka tiap keluarga muslim menjadi inti
masyarakat muslim dan pusat kegiatan peng-Islam-an. Dengan cara perkawinan,
membuat islam memasuki lapisan masyarakat bangsawan, karena para pedagang
muslim dapat menun jukkan sifat dan tingkah laku yang baik dan pengetahuan
keagamaan yang tinggi. Tidak hanya itu saja, agama Islam dipandang oleh
masyarakat Nusantara lebih baik, karena dalam Islam tidak mengenal sistem kasta
seperti dalam agama Hindu. Jelaslah bahwa proses Islamisasi di Indonesia
dipermudah karena adanya dua pihak yaitu orang-orang muslim yang dating dan mengajarkan agama Islam dan golongan
masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya.
B. BUDAYA JAWA
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan
dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY
dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi
menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa
Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam
kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan
kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur
terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu
budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya
Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik, Kebaya dan Gamelan. Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit.
LSM Kampung Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama yang menerima penghargaan seni dari Amerika
Serikat tahun
2011. Gamelan Jawa menjadi pelajaran wajib di AS, Singapura dan Selandia Baru. Gamelan Jawa rutin digelar di AS dan Eropa atas permintaan warga AS dan Eropa. Sastra
Jawa Negarakretagama menjadi satu satunya karya sastra Indonesia
yang diakui UNESCO sebagai Memori Dunia, Menurut Guru Besar
Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N.
Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan,
corak bangunan, candi, patung dan seni, Bahkan banyak negara di dunia terutama Amerika dan Eropa menyebut Jawa identik kopi. Budaya Jawa termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu Ngoko, Madya
Krama. Ada yang berpendapat budaya Jawa identik feodal dan sinkretik. Pendapat
itu kurang tepat karena budaya feodal ada di semua negara termasuk Eropa. Budaya Jawa menghargai semua agama dan
pluralitas sehingga dinilai sinkretik oleh budaya tertentu yang hanya mengakui
satu agama tertentu dan sektarian.
C.
SALURAN ISLAMISASI
Sudah kita bahas diatas bahwa
saluran Islamisasi di Indonesia melalui lima jalan yaitu perdagangan,
pernikahan, tasawuf, pondok pesantren dan seni budaya. Hal yang menarik disni
yaitu lewat jalur seni budaya. Islam datang ke Nusantara sebagai suatu agama
atau religi dan juga membawa suatu peradaban atau kebudayaan yang baru. Sebelum
kedatangan Islam, di Nusantara telah berkembang peradaban Hindhu-Buddha yang
berasal dari India. Peradaban Hindhu-Buddha itupun sebenarnya bukan merupakan
peradaban yang murni dari India, tetapi merupakan akulturasi dengan peradaban
lokal (asli), yang mendapat pengaruh dari Kebudayaan Dongson dan Kebudayaan Han
dari Cina.
Persebaran Kebudayaan Hindhu-Buddha
di Indonesia tidak merata dan derajat pengaruhnya pun sangat beragam. Terdapat
daerah-daerah yang pengaruh Hindhunya sangat kuat seperti Jawa dan Bali. Namun,
ada pula yang seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dengan derajat
Hindhuismenya yang agak kurang . Terdapat daerah-daerah yang sama sekali tidak
mendapat pengaruh Hindhuisme seperti: Papua dan Sulawesi Utara.
Kedatangan pengaruh kebudayaan Islam tidak serta merta
menghapuskan kebudayaan Hindhu-Buddha di Indonesia yang telah ada sebelumnya.
Karena kedua kebudayaan terserbut, memiliki derajad yang kurang lebih
sama. Maka terjadilah proses perpaduan atau akulturasi budaya. Menurut C.
Kluckhohn ada 7 unsur kebudayaan universal, antara lain: bahasa, sistem
pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem
mata pencaharian hidup, sistem religi serta kesenian.
Dalam pembahasan akulturasi
kebudayaan di Indonesia terdapat tiga kebudayaan, yaitu: kebudayaan lokal,
kebudayaan Hindhu-Buddha dan kebudayaan Islam. Dalam membicarakan akulturasi
budaya ini, digunakan konsep Local Genius dari Quaritch Wales. Local
Genius diartikan sebagai sejumlah unsur ciri-ciri budaya khas, yang
dimiliki oleh segenap masyarakat secara bersama, sebagai hasil pengalaman masa
lalu atau sejarahnya.
Sebenarnya hampir bersamaan dengan
perkembangan Islam itu, mulai berkembang pula peradaban Barat yang bercorak
Nasrani. Akan tetapi, pengaruhnya masih terbatas pada daerah-daerah tertentu
seperti di Maluku dan di beberapa tempat lainnya seperti Batavia di Jawa. Lagi
pula Kebudayaan Barat tersebut kurang berpengaruh pada kebudayaan setempat,
karena peninggalan-peninggalannya, misalnya berupa benteng, gereja ataupun
bangunan–bangunan lainnya, pada hakekatnya hanyalah Kebudayaan asli Barat yang
dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu, masa awal Islamisasi ini Kebudayaan
Barat tidak dibicarakan.
akulturasi budaya (Kontjaraningrat)
merupakan proses sosial yang timbul apabila suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian
rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri.
Proses akulturasi yang paling Nampak
saat masuknya Islam di Nusantara misalnya seni bangunan, seni pahat atau ukir,
seni tari, seni musik, dan seni sastra.[2]
1)
SENI
BANGUNAN DAN SENI UKIR
Hasil-hasil seni bangunan pada zaman
pertumbuhan Islam di Indonesia antara lain masjid-masjid kuno di Demak, Sendang
Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, masjid Baiturrahman di
Aceh, dan sebagainya. Di Indonesia masjid-masjid kuno menunjukkan keistimewaan
dalam denahnya yang berbentuk persegi empat atau bujur sangkar dengan bagian
kaki yang lebih tinggi serta pejal, atapnya bertumpang dua, tiga, lima, atau
lebih, dikelilingi parit atau kolam ikan pada bagian depan atau sampingnya dan
berserambi. Bagian lain seperti mihrab dengan lengkung pola kalamakara,
mimbar yang mengingatkan ukir-ukiran teratai, mastaka atau memolo, jelas
menunjukkan pola-pola seni bangunan tradisional yang telah dikenal di Indonesia
sebelum kedatangan Islam.
Bebrapa masjid kuno mengingatkan
kita kepada seni bangunan candi, menyerupai bangunan meru pada zaman Hindu.
Ukir-ukiran seperti mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab, bentuk
beberapa mastaka atau memolo menunjukkan hubungan erat dengan perlambangan meru,
kekayon, gunungan atau gunung tempat kedewaan yang dikenal dalam cerita-cerita
keagamaan Hindu. Beberapa ukiran pada masjid kuno seperti di Mantingan, Sendang
Duwur, menunjukkan pola yang diambil dari dunia tumbuh-tumbuhan dan hewan yang
diberi corak tertentu dan mengingatkan kepada pola-pola ukiran yang telah
dikenal pada candi Prambanan dan beberapa candi lainnya.
Kecuali pada pintu gerbang, baik di
keratin-keraton maupun di makam orang-orang yang dianggap keramat yang berbentu
candi-bentar, kori Agung, jelas menunjukkan corak pintu gerbang yang dikenal
sebelum Islam. Sama seperti halnya dengan nisan-nisan kubur di daerah Tralaya,
Tuban, Madura, Demak, Kudus, Cirebon, Banten, menunjukkan nunsur-unsur seni
ukir dan perlambangan pra Islam. Di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera terdapat
beberapa nisan kubur yang lebih menunjukkan unsur Seni Indonesia pra Hindu dan
pra Islam.
Dari uraian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa Islamisasi dilakukan melalui seni bangunan dan seni ukir.
Berdasarkan berbagai penin ggalan seni bangunan dan seni ukir dari masa-masa
tersebut jelaslah bagi kita, bahwa proses Islamisasi dilakukan secara damai.
Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik, penerusan tradisi seni
bangunan dan seni ukir pra Islam merupakan alat Islamisasi yang sangat
bijaksana yang mudah menarik orang-orang bukan Islam untuk dengan lambat-laun
memeluk Islam sebagai pedoman hidup barunya.
2)
SENI TARI
Saluran dan cara Islamisasi melalui
seni bangunan dan seni ukir sesuai pula dengan saluran dan cara melalui seni
tari, music, sastra dan sebagainya. Dalam upacara-upacar keagamaan, misalnya
Maulud Nabi, sering dipertunjukkan seni tari atau music tradisional, seperti
gamelan yang dibuat sekaten yang terdapat dikeraton Cirebon dan Yogyakarta,
dibunyikan pada perayaan grebeg Maulud. Berdasarkan babad dan hikayat, di
keraton-keraton lama terdapat gamelan, tarian seperti dedewan debus, birahi,
bebeksan yang diselenggarakan pada upacara tertentu. Bahkan diantara seni yang
terkenal dijadikan alat Islamisasi adalah pertunjukkan wayang. Menurut cerita,
Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Sunan
kalijaga tidak pernah meminta upah pertunjukkan, tetapi dia meminta agar para
penonton mengikuti mengucapkan Kalimat Syahadat. Sebagian cerita wayang masih
dipetik dari Mahabharata dan Ramayana, tetapi sedikit demi sedikit nama
tokoh-tokohnya adalah pahlawan Islam.
Nama panah Kalimasada, suatu senjata
paling ampuh dalam lakon wayang dihubungkan dengan Kalimat Syahadat, ucapan
yang berisi pengakuan terhadap Allah dan Nabi Muhammad. Kalimat Syahadat
merupakan tiang pertama dari lima rukun Islam.
3)
SENI SASTRA
Islamisasi melalui seni sastra juga
dilakukan secara sedikit demi sedikit seperti terbukti dalam naskah-naskah lama
masa peralihan kepercayaan yang ditulis dalam bahasa dan huruf daerah,
contohnya saja primbon-primbon abad ke-16 yang antara lain dibuat oleh Sunan
Bonang.
Babad dan hikaya-hikayat juga
ditulis dalam bahasa daerah, dengan menggunakan huruf daerah dan Arab. Beberapa
kitab Tasawuf diterjemahkan kedalam bahasa Melayu dan beberapa disusun dalam
bentuk syair Melayu. Hal ini merupakan salah satu usaha agar ajaran tersebut
dapat dimengerti oleh orang-orang Indonesia yang tidak mengenal bahasa Arab dan
Persia.. mungkin tersebarnya bahasa Melayu sebagai lingua franca pada masa
pertumbuhan dan perkembangan Islam juga melalui perdagangan. Misalnya di Maluku
kita mengenal Hikayat Hitu yang ditulis dalam bahasa Melayu, demikian juga
dengan Hikayat Banjar dan Hikayat Kutai.
Agama Islam juga membawa beberapa
perubahan sosial dan budaya, memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia.
Penyesuaian anatar adat dan syriah di berbagai daerah di Indonesia selalu
terjadi, meskipun terkadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan
dalam masyarakat. Adat Makuta Alam adalah hasil percampuran adat Aceh dengan
daerah syariah Islam. Beberapa kitab hokum di Jawa, seperti undang-undang
Matara, Pepakem Cerbon, juga mengandung unsur-unsur pokok pra Islam dengan
Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar