Laman

Kamis, 07 Mei 2015

psikologi behaviouristik (#part1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada ilmu psikologi sama seperti ilmu-ilmu lain yang selalu berkembang baik dalam bentuk kajian teoritis ataupun secara praktis karena sifat ilmu pengetahuan yang sangat mendasar adalah berkembang yang didukung pula dengan berkembangnya teknologi yang pada setiap masanya semakin canggih dan memudahkan manusia untuk berbagi informasi dalam beberapa bentuk baik melalui social media ataupun dengan cara-cara yang lain Pada ilmu psikologi sendiri terdapat bagian yang mendalami tentang belajar atau yang biasa disebut dengan psikologi belajar. Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995). Yakni menggabungkan antara kognitif, emosional, pengaruh lingkungan dan pengalaman untuk mendapatkan hal baru yang berbentuk sebuah perubahan ataupun peningkatan kemampuan, ketrampilan, nilai dan pandang dunia pada individu dalam hal ini manusia. Belajar merupakan sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran. Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Behaviourisme sendiri merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu dari sisi fenomena fisik dan cenderung tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam belajar. Behaviourisme menganggap peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Behaviourisme lebih dikenal dengan nama teori belajar , karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Proses belajar artinya, proses perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Pada karya ilmiah ini akan membahas tentang teori belajar behaviourisme. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada karya ilmiah ini adalah: apa yang di maksud dengan teori belajar behaviourisme? BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Behaviourisme Behaviourisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu yang memandang individu dari sisi fenomena fisik, dan cenderung mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain behaviourisme cenderung tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu kondisi belajar. Behaviourisme menganggap peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Behaviourisme kebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Proses belajar artinya, proses perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviourisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia rasional ataupun manusia emosional, Behaviourisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku dikendalikan oleh factor-faktor lingkungan. Behaviourisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme dan juga psikoanalisis. Behaviourisme ingin menganalisis hanya perilaku yang nampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Teori belajar behaviourisme (yang dicetuskan oleh gage dan Berliner) berkaitan dengan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Teori belajar ini menekankan pada perubahan perilaku manusia memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Berdasarkan teori tersebut, muncul konsep “manusia mesin” (homo mechanicus). Menurut teori ini perilaku manusia dikendalikan oleh ganjaran dan penguatan lingkungan. Dengan demikian dalam perilaku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi behavioural dan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini menganggap bahwa perilaku murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan pada masa lalu dan masa sekaran, dan segenap perilaku adalah merupakan hasil belajar, kejadian perilaku dapat dianalisis dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap perilaku tersebut. Dalam sejarah perkembangan psikologim yang mendapat sebutan madzhab “kedua” adalah karya para ahli yang berhubungan dengan teori behaviourisme. Teori yang bersifat umum ini dirumuskan oleh John B. Watson (1878-1958) tepat pada peralihan abad ini, saat itu Watson adalah guru besar psikologi di universitas John Hopkins. Ia berupaya menjadikan syudi tentang manusia seobjektif dan seilmiah mungkin. Kini kata “behaviourisme” biasanya digunakan untuk melukiskan isi sejumlah teori yang saling berhubungan dibidang psikologi, sosiologi dan ilmu-ilmu perilaku, meliputi bukan hanya karya john Watson, melainkan juga karya tokoh-tokoh seperti Edward thorndike, clark hull, john dollard, neal miller, B.F. Skinner dan masih banyak lagi. Para pendahulu aliran pemikiran ini adalah Isaac newtoon, yang berhasil mengembangkan metode ilmiah dibidang ilmu-ilmu fisik dan charles Darwin yang menyatakan bahwa manusia merupakan hasil proses evolusi secara kebetulan dari binatang-binatang yang lebih rendah Behaviourisme banyak menentukan perkembangan psikologi terutama dalam eksperimen-eksperimen. Meskipun demikian Watson sering dianggap tokoh utama aliran ini, sebenarnya dia bukanlah pencetusnya karena konsep ini sudah ada jauh sebelumnya. Aristoteles berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, ibarat sebuah meja lilin (tabula rasa) yang siap dilukis oleh pengalaman. Tokoh-tokoh behaviourisme hanya meminjam konsep empirisme dari aristoteles, john locke (1632-1704). Menurut kaum empiris, pada waktu lahir manusia tidak mempunyai “warna mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman-pengalaman satu-satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Bukanlah ide yang menghasilkan pengetahuan, tetapi keduanya adalah produk pengalaman. Secara psikologis, ini berarti seluruh perilaku manusia, kepribadian dan tempramen ditentukan oleh pengalaman indrawi (sensory experience). Pikiran dan perasaan, bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan perilaku masa lalu. B. Analisis Teori Behaviouristik Behaviourisme tidak dapat dipisahkan dengan eksperimen Pavlov yang sangat terkenal tentang pencernaan. Dalam penelitian tersebut ia melihat bahwasannya subjek penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan air liur sebagai respons atas munculnya makanan. Ia kemudian mengeksplorasi fenomena ini dan kemudian mengembangkan satu studi perilaku (behaviour study) yang dikondisikan, yang dikenal dengan teori classical conditioning. Menurut teori ini , ketika makanan (makanan disebut sebagai the unconditioned or unlearned stimulus-stimulus yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan dengan bunyi bell (bunyi bel disebut sebagai conditioned or learned stimulus-stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka bunyi bel akan menghasilkan respons yang sama yaitu keluarnya air liur si anjing percobaan. Berawal dari teori tersebut, kaum beviouris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan perilaku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang orang yang belajar dalam berprilaku. Pendidik yang menggunakan pendekatan behaviouristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai suatu ketrampilan tertentu. Kemudian bagian-bagian tersebut disusun secara hierariki, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Teori behaviourisme telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori skinner adalah tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behaviouristik. Program-program pembelajaran seperti teaching machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus respons yang mementingkan factor-faktor penguat (reincforcment), merupakn program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan skinner. Teori behaviourisme banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respons. Pandangan behaviourisme juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi orang yang sedang belajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman yang relative sama ternyata perilaku terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkatan kesulitannya. Pandangan behaviouristik hanya mengakui adanya stimulus dan respons yang dapat diamati . mereka tidak memerhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsure-unsur yang diamati tersebut. Teori behaviourisme juga cenderung mengarahkan orang belajar untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa orang belajar untuk menuju atau mencapai pada target tertentu sehingga menjadikan orang belajar tidek bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak factor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping. Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behaviouristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negative (negative reinforcement) cenderung membatasi orang belajar untuk berfikir dan berimajinasi. Menurut Guthrie hukuman memegang penting dalam proses belajar. Namun ada beberpa alasan mengapa skinner tidak sependapat dengan Guthrie yaitu: 1. pengaruh hukuman terhadap perubahan perilaku sangat bersifat sementara. 2. dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama. 3. hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadang kala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya pada penguat negative (penguat negative tidak sama dengan hukuman). Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negative (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respons yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya seorang pelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pelajar tersebut saja masih melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakan pelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah di tambah) dan pengurangan ini mendorong pelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut dengan penguatan negative. Lawan dari penguatan negative adalah penguatan positif (positive reinforcement). Kedua penguatan tersebut bertujuan untuk memperkuat respons; respons positif menambah sedangkan penguat negative adalah mengurangi agar memperlemah respons C. Aplikasi Teori Behaviourisme dalam Pembelajaran Aliran psikologi belajar yang sangt besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pembelajaran hingga kini adalah aliran behaviouristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak dari hasil belajar. Teori behaviourisme dengan model hubungan stimulus responsnya memposisikan orang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement akan menghilang bila dikenai hukuman. Aplikasi teori behaviourisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviouristik memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang belajar atau pelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dianalisis dan dipilahm sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Murid diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya apa yang dipahami oleh guru itulah yang harus dipahami murid. Demikian hanya dalam pembelajaran, pelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh par ape;ajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Implikasi teori behaviourisme dalam proses pembelajaran adalah sedikitnya memberikan ruang gerak yang bebas bagi pelajar untuk berkreasi, berksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Oleh karena system pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon s maka terkesan bahwa belajar itu seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pelajar kurang mampu berkembang sesuai dengan potensi pada diri mereka. Karena teori behaviouristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga ketaatan pada peraturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta adalah objek yang berperilaku sesuai aturan, sehingga control belajar harus dipegang oleh system luar dari mereka. . BAB III SIMPULAN Dari penjelasan yang ada di atas dapat ditemukan beberapa kesimpulan diantaranya adalah: 1. Teori behaviourisme merupakan salah satu bentuk filodsofi dari teori-teori belajar 2. Behaviourisme menganggap peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Behaviourisme kebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Proses belajar artinya, proses perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviourisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia rasional ataupun manusia emosional, Behaviourisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku dikendalikan oleh factor-faktor lingkungan 3. teori belajar behaviourisme tidak bias dipisahkan dari eksperimen Pavlov mengenai anjing sebagai bahan percobaan tentang pencernaan seekor anjing. DAFTAR PUSTAKA Sumanto. Dr, M.A. 2014. Psikologi Umum, yogyakarta: Caps https://randhard.wordpress.com/ruang-admin/tugas-kuliah/teori-belajar-behavioristik-dan-penerapannya-dalam-pembelajaran/ https://communicationista.wordpress.com/2009/12/16/teori-belajar-behavioristik/ http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar