Kontrol atau pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan yaitu pelaksanaan, penilaian pelaksanaan, bila perlu melakukan tindakan korektif agar pelaksanaanya tetap sesuai dengan rencana yaitu sesuai dengan standar. Inti dari pengertian kontrol adalah mengusahakan apakah yang telah direncanakan dilaksanakan sesuai dengan aturan dan instruksi yang telah direncanakan, untuk menilai hasil pekerjaan dan apabila perlu mengadakan tindakan-tindakan perbaikan.
Jadi kontrol harus dimiliki oleh setiap perusahaan dan dilaksanakan oleh atasan untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan atau ketidaksesuaian dengan tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang telah ditentukan dengan pelaksanaannya. (Terry, 1987)
(Handayaningrat, 1981) Pada dasarnya kontrol yang baik harus mengikuti beberapa prinsip, sebagai berikut:
1. Objectivity
Seorang atasan yang melakukan kontrol terhadap pekerjaan bawahan, berdasarkan standar dan perencanaan yang telah ditentukan sebelumnya tanpa disertai dengan pertimbangan yang bersifat subjektif.
2. Wetmatigheid (berdasarkan pada peraturan yang berlaku)
Kontrol yang dilakukan oleh seorang atasan berdasarkan pada peraturan yang berlaku dalam perusahaan sehingga memungkinkan tujuan dari organisasi dapat tercapai.
3. Effectivity dan Efficiency
Kontrol yang dilakukan seorang atasan berdasarkan kegunaan, maksudnya berdaya guna dan berhasil guna sehingga tujaun dari organisasi dapat tercapai. Kontrol yang dilakukan harus secara terus menrus agar pekerjaan yang dilakukan dapat terus dimonitor.
4. Feedback
Seorang atasan yang melakukan kontrol terhadap bawahan dapat memberikan umpan balik terhadap perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan, perencanaan, dan kebijaksanaan di masa yang akan datang.
T.Hani Handoko mengatakan bahwa kontrol pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) yang bersifat fundamental, meliputi :
1. Penetapan standar pelaksanaan/perencanaan
Tahap pertama dalam pengawasan adalah menetapkan standar pelaksanaan, standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil-hasil.
2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
Penetapan standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata.Tahap kedua ini menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat.
3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan
Ada beberapa cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan yaitu: 1) Pengamatan. 2) Laporan-laporan baik lisan ataupun tertulis. 3) Metode-metode otomatis. 4) Pengujian atau dengan pengambilan sampel.
4. Perbandingan pelaksanaan dengan standar analisis penyimpangan
Tahap kritis dari proses pengawasan adalah membandingkan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang telah direncanakan atau standar yang telah ditetapkan.
5. Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan
Bila hasil analisa menunjukkan adanya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan.
Menurut Manullang, dalam control terdapat teknik yang berguna untuk mengetahui keadaan keseluruhan kegiatan perusahaa, diantaranya :
1. Peninjauan pribadi
Peninjauan pribadi adalah mengawasi dengan jalan meninjau secara pribadi, sehingga dapat dilihat sendiri pelaksanaan pekerjaan.
2. Pengawasan melalui laporan lisan
Pengawasan ini dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan bawahan, dilakukan dengan cara wawancara kepada orang-orang tertentu yang dapat memberi gambaran dari hal-hal yang ingin diketahui terutama tentang hasil yang sesungguhnya yang ingin dicapai bawahan.
3. Pengawasan melalui laporan tertulis
Merupakan suatu pertanggung jawaban bawahan kepada atasannya mengenai pekerjaan yang dilaksanakan, sesuai dengan intruksi dan tugas-tugas yang diberikan.
4. Pengawasan melalui hal-hal yang bersifat khusus, didasarkan kekecualian atau control by exeption.
Merupakan sistem atau teknik pengawasan dimana ini ditujukan kepada soal-soal kekecualian. Jadi pengawasan hanya dilakukan bila diterima laporan yang menunjukkan adanya peristiwa-peristiwa istimewa.
Sementara itu (Ranu Pandoyo ;1990) merumuskan proses atau langkah-langkah pengawasan meliputi:
1. Menentukan ukuran atau pedoman baku atau standar.
2. Mengadakan penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan.
3. Membandingkan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman baku yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
4. Mengadakan perbaikan atau pembetulan atas penyimpangan yang terjadi, sehingga pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan apa yang direncanakan. (Pandoyo, 1990:109)
Dengan beberapa pendapat dari para ahli tersebut cukuplah jelas, yang dimaksud dengan proses pengawasan yaitu serangkaian tindakan dalam mengadakan pengawasan. Sedangkan langkah awal dari rangkaian tindakan yang tercantum dalam proses pengawasan itu adalah menetapkan standar pengawasan dan yang dimaksud penyimpangan disini adalah penyimpangan terhadap standar.
Kontrol yang dijalankan oleh atasan terbahadap bawahannya, pada dasarnya memiliki beberapa tujuan, yakni:
1 Untuk mengetahui apakah pelaksanaan kerja berjalan lancar dan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
2 Untuk mengetahui apakah semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan instruksi.
3 Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemaham dalam bekerja.
4 Untuk mencari jalan keluar, apabila ditemui masalah.
Sedangkan Persepsi sendiri dapat dirumuskan sebagai suatu proses penerimaan, pemilihan, pengorganisasian, serta pemberian arti terhadap rangsang yang diterima. Namun demikian pada proses tersebut tidak hanya sampai pada pemberian arti saja tetapi akan mempengaruhi pada perilaku yang akan dipilihnya sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya. Proses persepsi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Penerimaan rangsang
Pada proses ini, individu menerima rangsangan dari berbagai sumber. Seseorang lebih senang memperhatikan salah satu sumber dibandingkan dengan sumber lainnya, apabila sumber tersebut mempunyai kedudukan yang lebih dekat atau lebih menarik baginya.
2) Proses menyeleksi rangsang
Setelah rangsang diterima kemudian diseleksi disini akan terlibat proses perhatian. Stimulus itu diseleksi untuk kemudian diproses lebih lanjut.
3) Proses pengorganisasian
Rangsang yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk
4) Proses penafsiran
Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima kemudian menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Setelah data tersebut dipersepsikan maka telah dapat dikatakan sudah terjadi persepsi. Karena persepsi pada pokonya memberikan arti kepada berbagai informasi yang diterima.
5) Proses pengecekan
Setelah data ditafsir si penerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek apakah yang dilakukan benar atau salah. Penafsiran ini dapat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi dibenarkan atau sesuai dengan hasil proses selanjutnya.
6) Proses reaksi
Lingkungan persepsi itu belum sempurna menimbulkan tindakan-tindakan itu biasanya tersembunyi atau terbuka .
Dalam kenyataannya, terhadap objek sama, individu dimungkinkan memiliki persepsi yang berbeda. Oleh karena itu, beberapa faktor yang berpengaruh dalam persepsi. Faktor tersebut meliputi objek yang dipersepsi, situasi, individu yang mempersepsi (perceiver), persepsi diri, dan pengamatan terhadap oranbg lain. (Milton, 1981)
Selanjutnya, ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi.
a) Perhatian.
Terjadinya persepsi pertama kali diawali oleh adanya perhatian. Tidak semua stimulus yang ada di sekitar kita dapat kita tangkap semuanya secara bersamaan. Perhatian kita hanya tertuju pada satu atau dua objek yang menarik bagi kita.
b) Kebutuhan
Setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan menetap maupun kebutuhan yang sesaat.
c) Kesediaan
Adalah harapan seseorang terhadap suatu stimulus yang muncul, agar memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima lebih efisien sehingga akan lebih baik apabila orang tersebut telah siap terlebih dulu.
d) Sistem nilai
Sistem nilai yang berlaku dalam diri seseorang atau masyarakat akan berpengaruh terhadap persepsi seseorang.(Pareek, 1984).
Seperti yang telah diuraikan pada teori-teori tentang persepsi di atas bahwa pada semua stimulus yang berasal dari lingkungan dapat dipersepsi oleh setiap individu. Dalam hal ini kontrol atasan adalah sebagai stimulus dari lingkungan kerja menjadi objek pengamatan bagi setiap individu yang bekerja.
Kontrol atasan dalam pengamatan individu dapat memberikan makna yang positif atau negatif sebagaimana individu menafsirkan arti kontrol atasan itu sendiri. Dalam hal ini, beberapa kebutuhan yang paling dominan dalam diri individulah yang ikut menentukan persepsinya terhadap kontrol atasan. Pada dasarnya kontrol atasan adalah suatu proses dimana atasan mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerja yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan perusahaan. Untuk itu kontrol atasan memiliki beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi kontrol atasan tersebut.
Melalui aspek-aspek control inilah masing-masing karyawan akan mempersepsi kontrol dari atasan. Apabila sebagian atau seluruh kebutuhan-kebutuhan karyawan terpenuhi melalui aspek kontrol seperti kebutuhan karyawan akan perhatian dari atasan, kebutuhan akan keteraturan dalam menjalankan tugas, kebutuhan untuk meningkatkan prestasi, maka yang terbentuk adalah persepsi yang positif, namun sebaliknya apabila kebutuhan karyawan tidak terpenuhi melalui aspek kontrol seperti kurangnya perhatian dari atasan terhadap bawahannya, tidak bertindak tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan bawahan maka yang terbentuk adalah persepsi yang negative
Tidak ada komentar:
Posting Komentar