Laman

Minggu, 01 Maret 2015

Gangguan Sex dan Identitas Gender

BAB I
PENDAHULUAN
  • Latar Belakang
Seksualitas merupakan sebuah ranah yang sangat pribadi dalam kehiduan individu. Setiap iorang adalah makhluk seksual dengan minat dan fantasi yang dapat mengejutkan atau bahkan dapat mengagetkan kita dari waktu ke waktu. Hal ini merupakan fungsi seksual yang norma. Namun, ketika hasrat dan fantasi tersebut mulai membahayakan diri kita dan orang lain maka dapat digolongkan abnormal.
Seks merupakan energi psikhis yang ikut mendorong manusia untuk bertingkah laku. Tidak Cuma bertingkah laku di bidang seks saja, yaitu melakukan relasi seksual atau bersenggama, akan tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan non seksual. Sebagai energi psikhis, seks merupakan motivasi atau dorongan untuk berbuat atau bertingkah laku. Laki-laki dan wanita dewasa ialah mereka yang nantinya mampu melakukan relasi seksual yang adekwat.
Dengan kata-kata lain, wanita itu disebut normal dan dewasa, bila dia mampu mengadakan relasi seksual dengan seorang pria dalam bentuk yang normal dan bertanggung jawab. Dan sebaliknya, seorang pria disebut normal, bila mampu mengadakan relasi seksual dengan wanita yang sehat sifatnya. Sedangkan, bentuk relasi seks yang abnormal dan perverse (buruk, jahat) adalah relasi seks yang tidak bertanggung jawab, didorong oleh kompulsi-kompulsi dan dorongan-dorongan yang abnormal. Diantara relasi seks abnormal adalah gangguan identitas gender, parafilia, dan disfungsi seksual.
  • Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan identitas gender?
  2. Apakah yang dimaksud dengan gangguan parafilia?
  3. Apakah yang dimaksud dengan gangguan disfusngsi sosial?
    • Tujuan Penulisan
  4. Mengetahui semua hal tentang gangguan identitas gender.
  5. Mengetahui semua hal tentang gangguan identitas gender.
  6. Mengetahui semua hal tentang gangguan identitas gender.
    • Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, kelompok kami menggunakan metode studi pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gangguan Identitas Gender
2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Umum Gangguan Identitas Gender
Gender adalah konsep psikologis yang menunjukkan pada derajat maskulinitas dan feminitas pada diri seseorang. Pria normal adalah maskulin dan wanita yang normal adalah feminine. Identitas gender adalah perasaan menjadi bagian dari jenis kelamin tertentu dan bukan jenis kelamin yang lin. Misalnya laki-laki (maskulin); seorang wanita mempersepsikan dirinya wanita (feminin) ; namun ada pula seorang wanita yang menganggap dirinya adalah laki-laki (maskulin). Peran gender (gender role) menunjuk pada tingkah laku social sesuai dengan identitas gendernya. Jadi gangguan identitas gender adalah gangguan pengalaman atau persepsi individu terhadap peran gendernya ; sedangkan peran gender merupakan ekspresi dari identitas gender seseorang kepada masyarakat.
Ciri-ciri orang yang mengalami gangguan identitas gender / transseksualisme dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (1993) yaitu :
  1. Memiliki hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya.
  2. Memiliki perasaan tidak enak atau tidak sesuai dengan anatomi seksualnya.
  3. Menginginkan untuk memperoleh terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Ciri-ciri klinis dari gangguan identitas gender (Nevid, 2002):
  • Identifikasi yang kuat dan persisten terhadap gender lainnya: adanya ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lain, preferensi untuk menggunakan pakaian gender lain, adanya fantasi yang terus menerus mengenai menjadi lawan jenis, bermain dengan lawan jenis,
  • Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus menerus, biasa muncul pada anak-anak dimana anak laki-laki mengutarakan bahwa alat genitalnya menjijikkan, menolak permainan laki-laki, sedangkan pada perempuan adanya keinginan untuk tidak menumbuhkan buah dada, memaksa buang air kecil sambil berdiri.
  • Penanganannya sama seperti menangani gangguan seksual
2.1.2 Faktor Penyebab Gangguan Identitas Gender
Penyimpangan seksual tidak hanya bersangkutan dengan kepuasan seksual atau pemuasan dorongan seksual semata, akan tetapi sering kali merupakan mekanisme pertahanan diri terhadap perasaan-perasaan tidak senang, ketakutan-ketakutan, kecemasan-kecemasan, dan rasa depresi yang dialami oleh seseorang.
  1. Faktor Biologis
Penjelasan biologis munculnya gangguan identitas gender sangat berkaitan dengan hormone dalam tubuh. Tubuh manusia menghasilkan hormon testosterone yang mempengaruhi neuron otak dan berkontribusi terhadap maskulinitas otak yang terjadi pada area seperti hipotalamus. Dan sebaliknya dengan hormone feminine. Namun, hingga saat ini, pengaruh hormone terhadap munculnya hgangguan masih menjadi kontroversi.
  1. Faktor Sosial dan Psikologis
Seorang anak akan mengembangkan identitas gendernya selaras dengan apa yang diajarkan pada mereka selama masa pengasuhan. Menurut pendekatan psikososial, terbentuknya gangguan identitas gender dipengaruhi oleh interaksi temperamen anak, kualitas dan sikap orang tua. Secara budaya masih terdapat larangan bagi anak laki-laki untuk menunjukkan perilaku feminine dan anak perempuan menjadi tomboy, termasuk dengan perbedaan pakaian dan mainan untuk anak laki-laki dan perempuan. Hipotesis lain adalah bahwa perilaku feminine yang strereotip pada anak laki-laki didorong oleh ibu yang sejak sebelum kelahiran nak menginginkan anak perempuan. Namun hipotesis ini masih mendapat tantangan hingga kini.
2.1.3 Jenis – Jenis Gangguan Identitas Gender
2.1.3.1 Laki-laki
Laki-laki di sini dijelaskan bahwa memiliki kelainan pada umumnya, dapat dilihat dari perilaku, tutur kata, cara bersosialisasi, dan cara berpakaiannya. Perilaku feminin ini sangat tampak dengan karakterstik gangguan identitas gender pada laki-laki. Biasanya gangguan ini juga dapat berdampak terhadap suka pada sesama jenis, sebut saja ‘gay’.
2.1.3.2 Perempuan
Perempuan di sini dijelaskan bahwa memiliki kelainan pada umumnya, dapat dilihat dari perilaku, tutur kata, cara bersosialisasi, dan cara berpakaiannya. Perilaku feminin ini sangat tampak dengan karakterstik gangguan identitas gender pada perempuan. Biasanya gangguan ini juga dapat berdampak terhadap suka pada sesama jenis, sebut saja ‘lesbian’.

2.1.4 Penanganan Gangguan Identitas Gender
  1. Body Alterations
Pada terapi jenis ini, usaha yang dilakukan adalah mengubah tubuh seseorang agar sesuai dengan identitas gendernya. Untuk melakukan body alterations, seseorang terlebih dahulu diharuskan untuk mengikuti psikoterapi selama 6 hingga 12 bulan, serta menjalani hidup dengan gender yang diinginkan (Harry Benjamin International Gender Dysphoria Association, 1998). Perubahan yang dilakukan antara lain bedah kosmetik, elektrolisis untuk membuang rambut di wajah, serta pengonsumsian hormon perempuan. Sebagian transeksual bertindak lebih jauh dengan melakukan operasi perubahan kelamin.
Keuntungan operasi perubahan kelamin telah banyak diperdebatkan selama bertahun-tahun. Di satu sisi, hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada keuntungan sosial yang bisa didapatkan dari operasi tersebut. Namun penelitian lain menyatakan bahwa pada umumnya transeksual tidak menyesal telah menjalani operasi, serta mendapat keuntungan lain seperti kepuasan seksual yan lebih tinggi.
  1. Ganti kelamin
Sebelum tindakan operasi kelamin ada beberapa hal yang harus diperhatikan individu. Ada beberapa tahap yang harus dialaui sebelum tindakan operasi kelamin dilakukan. Tahap – tahap tersebut adalah:
Memastikan kemantapan dalam mengambil keputusan. Jika terdapat delusi paranoid dalam memutuskan mengganti kelamin, maka ahli bedah harus menolak permintaanya.
Orang yang ingin merubah dari pria menjadi wanita, estrogennya ditingkatkan untuk menumbuhkan karakteristik alat kelamin sekunder wanita. Sedangkan pada wanita yang ingin menjadi pria, hormon androgennya ditingkatkan untuk mengembangkan karakteristik alat kelamin sekunder pria.
Sebelum operasi diwajibkan hidup selama satu tahun sebagai orang dari gender lawan jenisnya untuk memprediksi penyesuaian setelah operasi. Untuk orang yan mengganti kelamin dari pria menjadi wanita, penis dan testis dibuang. Kemudian jaringan dari penis digunakan untuk membuat vagina buatan. Jika dari wanita menjadi pria, ahli bedah membuang organ kelamin internal dan meratakan payudaranya dengan membuang jaringan lemak.
  1. Pengubahan Identitas Gender
Walaupun sebagian besar transeksual memilih melakukan body alterations sebagai terapi, ada kalanya transeksual memilih untuk melakukan pengubahan identitas gender, agar sesuai dengan tubuhnya. Pada awalnya, identitas gender dianggp mengakar terlalu dalam untuk dapat diubah. Namun dalam beberapa kasus, pengubahan identitas gender melalui behavior therapy dilaporkan sukses. Orang-orang yang sukses melakukan pengubahan gender kemungkinan berbeda dengan transeksual lain, karena mereka memilih untuk mengikuti program terapi pengubahan identitas gender.
2.2 Parafilia
2.2.1 Pengertian dan Karakteristik Umum Parafilia
Parafilia merupakan suatu gangguan dimana terdapat perilaku atau fantasi yang hebat dan sering untuk membangkitkan gairah seksual, yang melibatkan benda mati, anak – anak, atau orang yang tidak menginginkanya, atau tindakan tersebut menyebabkan penderitaan atau merendahkan dirinya sendiri atau seseorang.
Kaplan (2002) mengatakan parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan. Parafilia mengacu pada sekelompok gangguan yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap obyek yang tidak biasa atau aktifitas seksual yang tidak biasa (Davidson dan Neale dalam Fausiah, 2003).
c.Ciri (Nevid, 2002) :
Orang akan menunjukkan keterangsangan seksual sebagai respon yang tidak biasa. Menurut DSM IV parafilia melibatkan dorongan dan fantasi seksual yang berulang dan kuat, bertahan selama enam bulan yang berpusat pada objek, perasaan merendahkan atau menyakiti diri atau pasangannya, atau anak-anak dan orang lain yang tidak dapat atau tidak mampu memberikan persetujuan.
Mereka  yang menderita gangguan ini memiliki ciri-ciri memiliki hasrat seksual yang menggebu-gebu dan kuat, fantasi-fantasi seksual, atau menampilkan berbagai tingkah-laku yang  melibatkan objek, aktivitas atau situasi yang tak lazim dan menyebabkan stres negatif serta melemahnya fungsi-fungsi sosial, aktivitas kerja dan fungsi-fungsi penting lainnya.
Gangguan paraphilia ditandai oleh empat langkah yang membentuk daur: (1) preokupasi atau ketertarikan dan perhatian pada objek atau adegan seksual yang intensif dan terus-menerus; (2) ritualisasi dalam bentuk melakukan perilaku-perilaku tertentu yang berkaitan dengan aktivitas seksual; (3) Tingkah-laku kompulsif yang terwujud dalam bentu berulangnya perilaku seksual menyimpang; dan (4) perasan sedih, murung, hampa, menderita dan depresi yang kemudian mengarahkannya kembali pada perilaku seksual menyimpang sebagai upaya untuk menghilangkan perasan-perasan negatif yang ditanggungnya.
2.2.2 Faktor Penyebab Parafilia
Faktor penyebab langsung terbentuknya penyimpangan seksual paraphilia tidak diketahui secara pasti, beberapa dugaan kemunculan gangguan ini;
  • Pengalaman pelecehan dan kekerasan seksual dimasa kanak-kanak.
  • Keterdekatan dengan situasi atau objek tertentu secara berulang kali dengan aktivitas seksual
  • Hambatan perkembangan dan kesulitan dalam menjalin hubungan dengan beda jenis
  • Kecanduan pornografi, beberapa tayangan nyeleneh (aneh) akan memberikan daya tarik seperti magnet yang dapat mempengaruhi psikologis ketergantungan
  • Pengaruh dari pasangan seksual
  • Pelampiasan stress yang tidak tepat sehingga menimbulkan kebiasaan dan pengulangan secara terus-menerus.
  • Rasa ingin mencoba yang diakibat penyampaian informasi atau persepsi yang salah
2.2.3 Jenis – Jenis Parafilia
  1. PEDOFILIA (Pedophilia)
Jenis parafilia yang banyak mendapatkan sanksi dari masyarakat umum adalah para penderita pedofilia, ciri utamanya yaitu dorongan seksual yang kuat terhadap anak kecil (biasanya di bawah umur 13 tahun). Melalui kontak dengan anak – anak penderita berusaha untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Hampir semua penderita gangguan ini adalah pria, penyimpangan seksualnya mencangkup aktivitas melihat, anak sambil melakukan masturbasi, menjabah bagian tubuh anak termasuk di bagian alat kemaluan, menyuruh anak memanipulasi alat kelamin penderita dan bahkan melakukan hubungan seks dengan anak.
Umumnya penderita pedofilia adalah orang yang takut gagal dalam hubungan seks secara normal terutama menyangkut hubungan seks dengan wanita berpengalaman, akibatnya dia mengalihkannya pada anak – anak karena kepolosan anak tidak akan mengancam harga dirinya dan di samping itu saat masa kanak – kanak, penderita meniru perilaku seks dari model atau contoh yang buruk.
  1. EKSIBIONISME
Eksibionisme adalah dorongan untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan memperlihatkan alat genital terhadap orang yang tidak di kenal. Setelah memperlihatkan alat genitalnya penderita tidak bermaksud melakukan aktivitas seksual lebih lanjut kepada korban misalnya memperkosa, oleh sebab itu gangguan ini tidak berbahaya secara fisik terhadap korban.
Hampir semua penderitaa eksibionisme adalah pria dan korbanya adalah wanita (dewasa dan anak – anak). Para ahli mengatakan penderita eksibionisme biasanya mengalami hubungan yang buruk dengan pasangan seksnya, mereka tidak percaya diri dalam hal seksual dan biasanya tidak matang dalam perannya sebagai pria meski demikian mereka mempunyai dorongan seks dan ingin di anggap oleh wanita. Ketidakpastian dan dorongan seks yang tidak terpuaskan tersebut membuat penderita ingin mengejutkan wanita guna menunjukan power seksnya yang tidak bisa di ekspresikan secara normal. Dampak dari pemer penis inilah yang merupakan inti perbuatannya, reaksi terkejut, takut, malu dan jijik dari korban dianggap merupakan pujian bagi kejantanannya.
  1. VOYEURISME (Voyeurism)
Voyeurisme berasal dari kata “voir” artinya melihat, ciri utama gangguan ini adalah dorongan untuk memperoleh kepuasan seks dengan cara melihat organ seks orang lain atau orang orang yang sedang melakukan seks, kepuasan yang didapat saat mengintip atau membayangkan adegannya, setelah mengintip penderita tidak bermaksud untuk melakukan tindakan seksualnya dengan orang yang telah di intipnya.
Menurut psikodinamika modern, voyeurisme di dorong oleh ketakutan terhadap kemampuan dalam hubungan dengan wanita, perilaku mengintip di anggap lebih aman di bandingkan melakukan hubungan seks, mengintip dapat memuaskan rasa ingin tahu tanpa resiko penolakan atau turunnya harga diri, ia juga membantu mengkompensasi  yang rendah diri dari pengalaman masa kanak – kanak dan remaja terhadap wanita.
Umumnya penderita  berasal dari keluarga yang puritan terhadap masalah seks, ini membuat penderita sangat malu sehingga menghambat melakukan seks secara normal. Rasa malu memperkuat prilakunya untuk mengintip, Jadi hanya dengan mengintip atau melihat penderita bisa mencapai orgasme atau kepuasan seks karena penderita merasa tidak terancam.
  1. SADISME SEKSUAL (Sexual Sadism)
Istilah sadisme ini berasal dari seorang penulis yang bernama Marquis De Sade, dalam karya tulisannya di gambarkan seorang tokoh yang memperoleh kepuasan seks dengan cara menyiksa pasangannya secara kejam dan ini adalah cirri utama dari sadisme seksual, siksaan bisa secara fisik (memukul dan menendang) dan psikis (menghina dan mencaci maki) penderitaan dari korban inilah yang membuatnya bergairah dan puas.
Gangguan ini biasanya di derita pria, psikoanalisa memandang gangguan ini sebagai cara untuk menurunkan kecemasan dalam mencari kepuasan seksual pada masa kanak-kanak. Mekanisme pertahanan yang bekerja secara tidak di sadari ini yang mengarah pad aide yang lebih sadis.
  1. MASOKHISME SEKSUAL (sexual Masochism)
Istilah masokhisme di ambil dari nama novelis Leopold von Sacher Masoch. Ia menulis tentang seorang tokoh novelnya yang mencapai kepuasan seksual bila di perlakukan secara menyakitkan. Ciri utama dari masokhisme seksual adalah memperoleh kegairahan dan kepuasan seksual dengan cara di perlakukan dengan cara kejam, baik di sakiti secara fisik (dipukul, di ikat dsb) atau psikis ( di hina atau di remehkan). Perlakuan kejam bisa di lakukan dengan sendiri atau di lakukan oleh pasangan.
  1. FETISISME (Fetishim)
Ciri utama dari gangguan ini adalah penderita akan menggunakan benda sebagai cara untuk mendapatkan gairah atau kepuasan seksual, benda yang di gunakan bisa beragam misalnya pakaian dalam, kaus kaki sepatu dan lain sebagainya, gangguan ini biasanya di alami pria, penderita akan melakukan masturbasi sambil memegang, meremas-remas atau mencium benda tersebut, atau bisa juga dengan cara menyuruh pasangan seksnya untuk menggunakan benda tersebut saat melakukan hubungan seks.
Benda-benda ini di gunakan untuk membangkitkan gairah jadi tanpa benda tersebut penderita tidak bisa melakukan hubungan seksual.
  1. TRANSVESTISME (Transvestism)
Gambaran utama yaitu penderita akan mendapatkan gairah atau kepuasan seksual bila dia berpakaian seperti lawan jenisnya (misalnya laki-laki yang menggunakan pakaian wanita), umumnya penderita gangguan ini adalah laki-laki, penderita biasanya menyimpan koleksi pakaian wanita. Ketika sedang berpakaian wanita, penderita akan melakukan mastutbasi sambil membayangkan ada seorang pria yang tertarik kepada dirinya sebagai seorang wanita.
Ada yang hanya menggunakan sebagian misalnya memakai pakaian dalamnya saja dan ada yang berpakaian lengkap termasuk make-up. Umumnya penderita jarang melakukan hubungan seks dengan wanita, penderita transvestisme bisa juga terlibat dalam homoseksual.
  1. ZOFILIA (Zoophila)
Gangguan ini juga dapat disebut dengan bestiality, ciri utamanya yaitu penderita akan mendapatkan gairah dan kepuasan seksual dengan cara melakukan kontak seksual dengan hewan. Kontak seksual bisa berupa senggama dengan hewan (lewat anus atau vagina hewan), atau menyuruh hewan untuk memanipulasi alat genitalnya, diantara penyimpangan seksual, kasus zofilia ini yang jarang di temukan.
  1. FROTERISME (frotteurism)
Ciri utama dari gangguan ini adalah penderita akan menyentuh atau meremas-remas organ seks orang yang tidak di kenalinya, penderita biasanya senang berada di tempat umum yang penuh sesak dimana dia bisa melarikan diri dengan mudah dan biasanya yang menjadi korban adalah wanita yang menarik perhatian dengan pakaian yang ketat. Penderita akan berfantasi sedang melakukan hubungan seks yang hebat dengan korban saat menjalankan aksinya tersebut, penderita sadar bahwa untuk menghindari kemarahan dari korban dia harus cepat-cepat menghindar  dan menghilang.
  1. HOMOSEKSUAL (Homosexuality)
Dalam dunia barat terjadi perdebatan yang seru apakah homoseksualitas di masukan ke dalam gangguan mental atau tidak ? Ciri utama dari homoseksualitas ini adalah penderita lebih memilih pasangan seksual yang sama jenis dengan dirinya (misalnya pria dengan pria atau wanita dengan wanita).
2.2.4 Cara Penyembuhan Parafilia
  1. Treatment
Langkah-langkah yang dapat ditempuh;
  • Psikoterapi
Teknik yang dapat dipakai adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT), terapi dapat dilakukan secara individual dan terapi kelompok, latihan yang diberikan adalah meningkatkan ketrampilan sosial, latihan fisik, latihan konsentrasi, mengatasi depresi, dan treatmen hormon
  • Medikasi
Pemberian obat antiandrogen yang bertujuan untuk menormalkan level hormon testeron. Obat-obat yang digunakan seperti medroxyprogesterone dan cyproterone
Bila individu juga disertai gangguan kecemasan dan depresi jenis SSRIs (selective serotonin reuptake inhibitors) menjadi obat pilihan dokter; fluoxetine atau fluvoxamine
  1. Pencegahan Sendiri
  • Stress reduction secara tepat. Tidak melakukan aktivitas seksual yang aneh-aneh sebagai pelampiasan stres. Lakukan hal-hal positif agar penyaluran stres tidak merusak perilaku dan kebiasaan lainnya, perilaku menyimpang dapat teradiktif bila penyaluran stres dengan aktivitas seksual setiap kali dilakukan bila stress menimpa.
  • Perkuatkan iman, bagaimanapun iman merupakan benteng terbaik sebagai pencegahan penyimpangan perilaku.
  • Self control. Mengontrol dorongan rasa ingin tahu, mencoba atau pengaruh teman ―dengan penuh kesadaran dan pengetahuan akan dampak-dampak buruk dari perilaku tersebut
  • Tidak surfing atau melihat pornografi yang bebas bisa di dapat dari internet atau media lainnya.
  • Membiasakan hidup sehat untuk mengurang stres, termasuk olahraga teratur, nutrisi yang seimbang dan pengalaman spiritual dan religius.
  1. Terapi
Adapun terapi yang di gunakan dalam mengatasi parafilia yaitu dengan terapi prilaku “Aversion Therapi” yang menggunakan prinsip kondisioning klasik, prosedurnya adalah memberikan stimulus aversif (menyakitkan) di hubungkan dengan prilaku seksual yang menyimpang, misalnya penderita sadisme yang mendapat kejutan listrik saat membayangkan prilaku seks yang kejam.
2.3 Disfungsi Seksual
2.3.1 Pengertia Disfunsi Sosial
            Pandangan psikoanalisis mengasumsikan bahwa disfungsi sosial merupakan simtom – simtom dari konflik yang direpres yang mendasari masalah tersebut. Disfungsi seksual berkaitan dengan berbagai masalah seksual yang biasanya dianggap mencerminkan hambatan dalam siklus respons seksual normal. Menurut Master dan Johnson, siklus respon seksual pada orang normal ada 4 tahap yaitu:
  • Exitement atau arousal yaitu timbulnya nafsu atau gairah seksual pada pria dan wanita.
  • Plateau yaitu meningkatkan gairah seksual secara intens.
  • Resolutian yaitu kembali ke tahap sebelum arousal.
  • Orgasme yaitu klimaks gairah seksual
Individu dapat di sebut difungsi seksual bila individu mengalami difungsi pada salah satu tahap respon seksual yang normal. Dan diagnosa difungsi seksual di tegakkan bila difungsi tersebut di sebabkan oleh faktor psikososial bukan faktor organis. Disfungsi seksual dapat menjadi sangat parah sehingga menghilangkan sensitivitas seksual itu sendiri, apalagi kepuasan yang lebih intens dalam hubungan seks.
2.3.2 Faktor Penyebab Disfungsi Seksual
Masters dan Jhonson (1970) menggunakan model yang terdiri dari dua bagian, yaitu penyebab masa kini dan historis.
  1. Dimasa Kini
Penyebab dimasa kini terbagi dua yaitu takut terhadap performa dan mengambil peran pengamat. Takut pada performa merujuk kondisi dimana seseorang memiliki kekhawatiran berlebihan mengenai bagaimana ia akan berperforma selama berhubungan seksual. Peran pengamat merujuk pada seseorang yang menjadi pengamat dan bukannya sebagai peserta dalam pengalaman seksual.
  1. Penyebab History
  2. Kekolotan dalam beragama
  3. Trauma psikoseksual
  4. Kecenderungan homoseksual
  5. Konseling yang tidak adekuat
  6. Konsumsi alkohol yang berlebihan
  7. Penyebab biologis
  8. Faktor-faktor sosiokultural
2.3.3 Jenis – Jenis Disfungsi Seksual
Di dalam disfungsi seksual terdapat empat gangguan seksual, yaitu gangguan nafsu seksual, gangguan gairah seksual, gangguan orgasme, dan gangguan nyeri seksual. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut.
  1. Gangguan Nafsu Seksual.
Ganguan nafsu seksual sering kali disebut dengan dorongan seks rendah. Gangguan ini terbagi menjadi dua, yaitu gangguan nafsu seksual hipoaktif dan gangguan keengganan seksual. Pertama, gangguan nafsu seksual hipoaktif adalah kecenderungan pada kurangnya atau tidak adanya fantasi dan dorongan seksual. Kedua, gangguan keengganan seksual biasanya mencerminkan seseorang secara aktif menghindari hampir semua kontak genital dengan orang lain.
Kedua hal ini menyebabkan distress mendalam atau masalah interpersonal dan tidak disebabkan gangguan Aksis I atau efek fisiologis langsung dari suatu obat atau penyakit medis umum.
  1. Gangguan gairah seksual. Pada jenis ini beberapa orang jarang mengalami kesulitan nafsu seksual, tetapi mengalami kesulitan untuk mencapai atau mempertahankan gairah seksual. Gangguan ini terbagi menjadi dua, yaitu gangguan seksual perempuan dan gangguan ereksi laki – laki. Pertama, gangguan seksual perempuan (frigiditas) ditandai dengan tidak terjadi lubrikasi vagina secara konsisten pada perempuan sehigga membuat hubungan seksual menjadi kurang nyaman. Kedua, gangguan ereksi laki – laki (impoten) biasanya berupa kondisi alat kelamin laki – laki menjadi lemas ketika berhubungan seksual.
Kedua hal ini menyebabkan distress mendalam atau masalah interpersonal dan tidak disebabkan gangguan Aksis I atau efek fisiologis langsung dari suatu obat atau penyakit medis umum.
  1. Gangguan Orgasme. Gangguan ini terbagi menjadi tiga, yaitu gangguan orgasme perempuan, gangguan orgasme laki – laki, dan ejakulasi prematur (dini). Pertama, gangguan orgasme perempuan berupa ketiadaan orgasme setelah satu periode kenikmatan seksual normal. Factor yang mempengaruhi adalah kurang pengetahuan tentang anatomi genital, terdapat ambang batas orgasme berbeda, atau takut kehilangan kendali diri saat berhubungan. Kedua, gangguan orgasme laki – laki ditandai dengan tertundanya atau tidak terjadinya orgasme secara terus – menerus eelah periode gairah seksual normal. Ketiga, ejakulasi prematur (dini) selalu mengalami ejakulasi setelah stmulasi minimal dan sebelum orang yang bersangkutan menginginkannya. Hal ini dipengaruhi factor umur, durasi fse kagairahan, frekuensi hubungan seksual terakhir, dll.
Ketiga hal ini menyebabkan distress mendalam atau masalah interpersonal dan tidak disebabkan gangguan Aksis I atau efek fisiologis langsung dari suatu obat atau penyakit medis umum.
  1. Gangguan Nyeri Seksual. Gangguan ini terbagi menjadi dua, yaitu dispareunia dan vagnismus. Pertama, dispareunia dapat diketahui dengan diagnosis bila selalu merasa sakit atau berulang kali sakit saat melakukan kontak kelamin. Biasanya ganggguan ini dialami oleh perempuan ditandai dengan kurangnya lubrikasi vagina. Kedua, vaginismus ditandai dengan kejang yang terjadi pada bagian luar ketiga pada vagina ke tingkat yang tidak memungkinkan terjadinya kontak kelamin.
Kedua hal ini menyebabkan distress mendalam atau masalah interpersonal dan tidak disebabkan gangguan Aksis I atau efek fisiologis langsung dari suatu obat atau penyakit medis umum. Selain itu, rasa sakit genital juga bisa disebabkan oleh infeksi vagina, kandung kemih, rahim atau ukuran kelamin pasangan laki – laki.
2.3.4 Penanganan Disfungsi Seksual
Disfungsi seksual ini dapat ditangani melalui terapi. Terdapat beberapa teknik dalam terapi penanganan disfungsi seksual ini, yaitu mengurangi kecemasan, masturbasi terarah, prosedur untuk mengubah sikap dan pikiran, pelatihan keterampilan dan komunikasi, terapi pasangan, teknik dan perspektif psikodinamika, serta prosedur medis dan fisiologis.
  1. Mengurangi Kecemasan. Para terapis perilaku memahami bahwa para klien membutuhkan pemaparan bertahap dan sistmatis. Pada aspek – aspek situasi seksual yangmemicu kecemasan.
  2. Mastrubasi Terarah. Perempuan diarahkan untuk mengenali anatomi genitalnya sendiri dan diminta untuk bermasturbasi.
  3. Prosedur Untuk Mengubah Sikap dan Pikiran. Klien didorong untuk merasakan sensasi menyenangkan yang meneyertai gairah seksual sejak dari permulaan.
  4. Pelatihan Keterampilan dan Komunikasi. para terapis memberikan bahan – bahan tertulis dan menujukkan pada klien rekaman video dan film yang secaa eksplisit mendemonstrasikan teknik – teknik seksual.
  5. Terapi Pasangan. Terapis perlu memahami bahwa masalah seksual menyatu dengan bebagai faktor hubungan interpersonal yang kompleks.
  6. Teknik dan Perspektif Psikodinamika. Para terapis harus menemukan petunjuk dari penuturan klien yang mengalami disfungsi sosial.
  7. Prosedur Medis dan Fisiologis. Ditemukannya obat –obatan dan alat – alat bantu seks yang membantu kenyamanan dalam berhubungan seksual.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan                   
Jadi, identitas gender merupakan kodrat yang ada pada diri manusia. \baik laki-laki dengan maskulinitas dan perempuan dengan feminimitas. Dan penyimpangan atas identitas gender itu sendiri terdiri dari gangguan identitas gender,dan gangguan parafilia yang menyebabkan disfungsi sosial. Gangguan identitas gender adalah gangguan pengalaman atau persepsi individu terhadap peran gendernya ; sedangkan peran gender merupakan ekspresi dari identitas gender seseorang kepada masyarakat. Parafilia merupakan suatu gangguan dimana terdapat perilaku atau fantasi yang hebat dan sering untuk membangkitkan gairah seksual, yang melibatkan benda mati, anak – anak, atau orang yang tidak menginginkanya, atau tindakan tersebut menyebabkan penderitaan atau merendahkan dirinya sendiri atau seseorang. Dan penanganan atas gangguan-gangguan tersebut dapat dilakukan dengan cara treatment (medikasi dan psikoterapi), pencegahan sendiri, dan terapi. Disfungsi sosial adalah penyebab dan sekaligus menjadi dampak dari gangguan identitas gender tersebut. Dan penanganan disfungsi sosial itu sendiri dapat berupa Mengurangi Kecemasan. ,Mastrubasi Terarah, Prosedur Untuk Mengubah Sikap dan Pikiran, Pelatihan Keterampilan dan Komunikasi , Terapi Pasangan, Teknik dan Perspektif Psikodinamika, Prosedur Medis dan Fisiologis
  • Saran
Banyaknya penyimpangan atau gangguan identitas gender yang terjadi mengharuskan kita supaya lebih mawas diri agar tidak menjadi korban dari penderita parafilia. Dan pentingnya meningkatkan kesadaran akan kodrat kita sebagai laki-laki dan perempuan sekaligus mweningkatkan iman sebagai umat beragama agar kita tidak menjadi pengidap gangguan identitas gender tersebut.













DAFTAR PUSTAKA

http://makalahpsikologi.blogspot.com/2010/01/gangguan-seksual.html
http://psikologi.net/gangguan-identitas-gender/
http://medicastore.com/penyakit/170/Parafilia.html
tyaset4.blog.com/2010/02/parafilia/
http://blog.pikirdong.org/2013/06/paraphilia/
https://swcorner.wordpress.com/2014/10/16/psikologi-ii-gangguan-sex-dan-identitas-gender/
  1. Mark Durank & David H. Barlow.2006.Psikologi Abnotmal.Yoryakarta: Pustaka Pelajar
Fausiah, Fitri. (2003). Bahan ajar mata kuliah psikologi abnormal (klinis dewasa). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2002). Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan psiatri klinis. Jakarta : Binarupa Aksara.
Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., Greene, Beverly. (2002). Psikologi abnormal jilid dua edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Davison, Gerald C dkk, Psikologi Abnormal Edisi ke – 9 :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar